Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Flu 1918, Membunuh Satu Generasi dan Ubah Dunia Abad Ke-20

Kompas.com - 31/10/2018, 11:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

Dari sisi psikis ada efeknya, seperti melankolia atau yang pada zaman sekarang disebut sebagai depresi pascaterpapar virus.

Sejak 1918, gelombang kematian terkait wabah flu dan musim flu tahunan ditunggangi oleh penyakit mematikan lainnya. Terutama, serangan jantung dan stroke yang merupakan konsekuensi tak langsung akibat peradangan karena flu.

Singkat kata, penyebab kematian saat flu mewabah pada 1918 dan masa sekarang bukan sekadar penyakit pernapasan.

Wabah flu 1918 mengubah layanan kesehatan

Wabah flu pada 1918 menggarisbawahi suatu kenyataan, yaitu bahwa penyakit menular tak kenal ras.

Sebelum wabah itu berlangsung, pemikiran para Darwinis sosial yang menganggap ras atas kasta tertentu lebih superior, bercampur—secara berbahaya—dengan pandangan Louis Pasteur dan lainnya bahwa penyakit menular dapat dicegah.

Gabungan pemikiran itu menciptakan anggapan bahwa orang terjangkit penyakit menular akibat salahnya sendiri.

Wabah flu 1918 mengungkap kenyataan bahwa meskipun kaum miskin dan imigran meninggal dunia dalam jumlah lebih besar, tidak ada seorang pun yang kebal.

Dengan kata lain, ketika penyakit mewabah, tidak ada gunanya menempatkan orang per orang dalam isolasi atau menguliahi mereka soal tanggung jawab perorangan. Penyakit menular merupakan masalah yang harus ditangani pada level penduduk.

Sejak 1920an, perubahan pemikiran ini mulai ditandai dengan perbedaan dalam strategi kesehatan publik. Banyak negara menciptakan atau merombak ulang kementerian kesehatan, menerapkan sistem pengawasan penyakit yang lebih baik, dan merangkul konsep pengobatan untuk umum atau layanan kesehatan secara cuma-cuma.

Sebelum wabah flu 1918 memang ada sejumlah orang yang menyerukan layanan kesehatan umum, tapi wabah tersebut tampaknya menjadi momentum bagi sejumlah pemerintah untuk bergerak.

Di Inggris, Layanan Kesehatan Nasional tercipta pada 1948. Adapun Rusia sudah punya layanan kesehatan umum yang tersentralisasi sejak 1920. Layanan kesehatan umum ini merupakan pencapaian besar dan sosok penggerak utamanya adalah Vladimir Lenin.

Baca juga: Tidak Punya Empat Musim, Kapan Baiknya Vaksin Flu di Indonesia?

Wabah flu 1918 juga mengubah masyarakat

Ungkapan "generasi yang hilang" sering digunakan untuk merujuk beragam kelompok masyarakat yang hidup pada awal abad ke-20, termasuk sejumlah seniman Amerika berbakat yang kondang pada Perang Dunia I dan para perwira militer Inggris.

Namun, Laura Spinney berargumen, sebagaimana juga dinyatakan dalam buku Pale Rider, bahwa ungkapan ini juga seharusnya digunakan untuk merujuk jutaan orang yang meninggal pada usia produktif akibat wabah flu 1918.

Ungkapan yang sama mesti digunakan pada anak-anak yang menjadi yatim-piatu dan para janin di dalam kandungan yang tidak dapat dilahirkan lantaran ibu mereka meninggal akibat wabah tersebut.

Kedahsyatan wabah flu 1918 dan pengetahuan sains saat itu menyebabkan kita tidak bisa mengetahui secara pasti berapa banyak yang meninggal dunia pada tiga kategori itu. Yang jelas dapat dipastikan salah satu kategori itu jumlahnya melampaui seniman era jazz dan 35.000 perwira Inggris yang gugur dalam pertempuran (Afrika Selatan memperkirakan 500.000 anak menjadi yatim piatu akibat wabah flu 1918).

Adapun para bayi yang selamat dari wabah flu saat masih dalam kandungan ibu mereka, terus terpapar luka sampai meninggal dunia. Sejumlah riset menunjukkan mereka punya kemungkinan lebih kecil kurang lulus sekolah atau mendapat gaji layak, dan lebih mungkin masuk penjara ketimbang mereka yang tidak terkena wabah flu.

Bahkan muncul bukti bahwa wabah flu 1918 berkontribusi pada ledakan kelahiran bayi pada 1920. Pasalnya, generasi yang luput dari wabah tersebut muncul sebagai generasi yang lebih sehat dan mampu bereproduksi lebih banyak.

Bahwa wabah flu 1918 meninggalkan jejak sepanjang abad ke-20 tak perlu diragukan. Ini perlu kita camkan selagi kita bersiap menghadapi wabah selanjutnya.

Laura Spinney adalah penulis buku berjudul Pale Rider: The Spanish Flu of 1918 and How it Changed the World, yang diterbitkan oleh Penguin Books.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau