Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Flu 1918, Membunuh Satu Generasi dan Ubah Dunia Abad Ke-20

Kompas.com - 31/10/2018, 11:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor


KOMPAS.com - Tepat seabad lalu, flu Spanyol mewabah ketika dunia tengah berupaya pulih setelah didera perang global selama bertahun-tahun. Imbasnya meluas ke tempat-tempat jauh dan menewaskan banyak orang.

Gambaran tentang flu 1918 yang didapat para ahli sekarang ini jauh lebih rinci dibanding 20 tahun, 50 tahun, atau 100 tahun lalu.

Jeffery Taubenberger, ahli patologi dari Institut Alergi dan Penyakit Infeksi Nasional AS, menyatakan dalam sebuah konferensi baru-baru ini bahwa masih banyak pertanyaan yang belum bisa dijawab.

Padahal, pada 2005, Taubenberger bersama koleganya, Ann Reid, berhasil mempublikasikan rangkaian genetika virus yang menyebabkan wabah tersebut.

Baca juga: Man Flu Nyata, tapi Pria Lebih Cepat Sembuh Dibanding Wanita

Selain Taubenberger, para peneliti dari berbagai penjuru dunia terus berupaya menjawab teka-teki wabah flu pada 1918. Yang mereka temukan sejauh ini mungkin bisa mengejutkan Anda.

Yang terkuat justru paling rentan

Seniman asal Austria, Egon Schiele, meninggal akibat influenza pada Oktober 1918. Schiele menyusul istrinya, Edith, yang juga wafat beberapa hari sebelumnya, saat sedang mengandung anak pertama mereka.

Pada jeda waktu tersebut, walau dirundung duka dan menderita sakit, Schiele sempat mengerjakan lukisan, potret keluarganya sendiri yang tak akan pernah tercipta.

Saat meninggal, Schiele berusia 28 tahun, kelompok usia yang terbukti sangat rentan terpapar wabah flu 1918.

Itulah salah satu alasan mengapa lukisan karyanya, The Family, kerap digambarkan sebagai saksi bisu kekejaman penyakit flu 1918.

Sedemikian mematikannya terhadap golongan usia 20-40 tahun, penyakit itu merenggut banyak tulang punggung keluarga dan merubuhkan pilar komunitas. Akibatnya, kaum lansia dan anak-anak tidak mendapat sokongan.

Pria pun lebih rentan meninggal ketimbang perempuan, kecuali jika perempuan sedang hamil. Di masa itu, perempuan hamil rentan meninggal atau mengalami keguguran.

Para ilmuwan belum tahu secara pasti mengapa mereka yang termasuk golongan usia produktif begitu rentan terpapar.

Dugaan dari catatan sejarah, saat terjadi wabah flu 1918 orang lansia kecil kemungkinan meninggal karena 10 tahun sebelumnya telah mengalami wabah flu juga. Kemungkinannya, sistem kekebalan tubuh lansia saat itu meningkat karena hal tersebut.

Flu adalah virus yang labil. Artinya, strukturnya senantiasa berubah, termasuk dua antigennya yaitu H dan N yang berinteraksi dengan kekebalan tubuh seseorang.

Ada beberapa bukti yang mengindikasikan bahwa subtipe flu pertama yang dihadapi kaum muda pada 1918 adalah H3N8. Hanya dalam waktu singkat, kekebalan tubuh mereka harus melawan jenis virus berbeda yang menyebabkan wabah pada 1918, yaitu jenis H1N1. Itu yang membuat mereka rentan terpapar dan kemudian bertumbangan.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau