KOMPAS.com - Sukses dengan film Pengabdi Setan yang saat ini masih berkeliling dunia, Joko Anwar kembali dengan "Folklore: A Mother's Love" yang tayang di HBO. Sineas yang akrab disapa Jokan itu mengangkat sosok lelembut asal Jawa, Wewe Gombel.
"Karena wewe gombel bisa digali. Hantu, yang meninggal saat ingin punya anak. Di balik mitos itu ada sesuatu," ucap Joko Anwar saat press screening Folklore: A Mother's Love di Grand Hyatt, Thamrin Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).
Selain Wewe Gombel, sosok lelembut yang dimiliki Indonesia sebenarnya cukup banyak. Menurut situs Juru Kunci, ada 40 jenis hantu dari berbagai wilayah di Indonesia.
"Di Jawa berdasarkan cerita ada lelembut. Jenisnya beragam seperti Genderuwo, Wewe, Peri, dan Banaspati," kata Sunu Wasono, dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) dihubungi Kompas.com, Senin (15/10/2018).
Hantu-hantu lain adalah Akar Mimang dari Jawa, Banyu dari Samarinda, Jerangkong dari Jawa, Orang Pote dari Bawean, Palasik dari Minangkabau, Begu Ganjang dari Sumatra Utara, Kuyang dari Kalimantan, Banaspati dari Jawa, serta Peri dan Lampor dari Jawa.
Baca juga: Kali Pertama, Hantu Kecil Penghuni Laut Dalam Terekam Kamera
Meski hantu dalam imaji orang Indonesia beragam, kini tinggal sedikit yang masih menghantui kita, baik nyata lewat cerita mulut ke mulut ataupun di layar kaca.
Pocong, kuntilanak, dan wewe adalah tiga yang saat ini masih sering diceritakan mulut ke mulut maupun di layar kaca. Di film, malah ada sejumlah hantu-hantu baru hasil kreasi manusia, stan budeg misalnya.
Banaspati dan Lampor
Dua sosok hantu yang sudah jarang menghantui adalah banaspati dan lampor.
Banaspati adalah sosok hantu dengan tubuh terbalik, bertubuh seperti api dan elemen utamanya pun api. Saat Banaspati terbang dari satu tempat ke tempat lain, orang Jawa mempercayai bentuknya mirip bola api. Dia dapat membakar manusia.
Menurut Sunu, Banaspati merupakan vampire-nya Indonesia karena ia dapat mengisap darah manusia.
Menurut kepercayaan kuno, cara menyelamatkan diri bila bertemu dengan Banaspati adalah dengan menarik napas dalam-dalam dan menceburkan diri ke sungai bila memungkinkan.
"Banaspati memang kurang populer mungkin hanya ada di daerah-daerah tertentu
di Jawa Tengah. Banaspati hanya (tinggal) di pohon-pohon di sekitar kali, settingnya kampung," jelas Sunu.
Selain makhluk penuh api Banaspati, Sunu juga menceritakan tentang Lampor, makhluk halus yang dipercaya berwujud prajurit.
Lampor ini tidak seperti makhlus halus lain yang muncul sendirian. Mereka datang bergerombol dan bentuknya seperti obor berterbangan yang menyala.
"Orang Jawa sebutnya obor setan. Katanya mereka pasukan Nyai Roro Kidul. Mereka jumlahnya banyak, kelihatannya seperti api. Saya rasa mereka banyak (dipercaya) di Solo dan Jogja," kata Sunu.
Baca juga: Dijual Rp 22 Miliar, Inilah Isi Surat Einstein tentang Agama dan Tuhan
Lampor dipercaya sebagai makhluk halus penjemput maut yang bisa meneror suatu daerah. Orang Jawa percaya, bila di daerahnya terjadi pageblug - saat peristiwa maut terjadi secara beruntun - artinya lampor muncul.
Makhluk halus tersebut memang kurang populer dibandingkan Wewe Gombel, Genderuwo, atau Pocong. Sosok-sosok ini juga sangat jarang diangkat ke layar lebar atau cerita bersambung. Kalaupun ada, mungkin jumlahnya tidak banyak.
"Jarang (filmnya) karena enggak populer," ujarnya.
"Kalau di film (paling sering) Wewe, Genderuwo, arwah gentayangan, atau ada juga yang kita sebut pocong kalau orang Jawa sebutnya Wedhon," imbuhnya.
Kepercayaan dari masa lalu
Menurut dosen Sastra yang membuat disertasi tentang dongeng lelembut, cerita hantu mencerminkan pandangan atau kepercayaan masyarakat karena bersinggungan dengan kehidupan dan kematian.
Orang Jawa mempercayai dua konsep kematian. Pertama, kematian baik seperti meninggal karena usia sudah tua, meninggal saat melahirkan atau dilahirkan. Kedua, kematian yang tidak lumrah karena kecelakaan atau mati bunuh diri.
Banyak yang percaya, orang yang meninggal dengan alasan tidak lumrah akan terus bergentayangan dan menjadi lelembut.
Entah dari mana cerita rakyat tersebut lahir dan terus berkembang, Sunu meyakini bahwa cerita te berusrkembang karena kepercayaan masyarakat.
"Banyaknya jenis makhluk halus di Indonesia berakar dari keyakinan bahwa ada kehidupan lain selain kehidupan kita. Akarnya dari tradisi lama," ungkapnya.
Saat ini, film dapat berperan sebagai media untuk mengenal dan memahami bagaimana kekayaan tradisi yang kita punya. Tak terkecuali dengan cerita rakyat makhluk halus.
"Semua hal bisa digarap untuk film, enggak apa-apa. Pada waktu tertentu orang mungkin akan bosan kalau (pola) sama. Mungkin bisa dibuat yang menarik dengan pola berbeda," katanya.
Baca juga: Hantu Itu Tidak Ada, Ini Buktinya Menurut Pakar Fisika...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.