Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/10/2018, 16:40 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Pasca gempa Donggala berkekuatan 7,4 dan tsunami Palu Jumat (28/9/2018) beredar berita yang menuduh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) gagal memberi peringatan dini tsunami dan menyebabkan korban jiwa berjatuhan.

Menanggapi kabar tersebut, Daryono selaku Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG menegaskan berita yang beredar tersebut sama sekali tidak benar. Pasalnya, BMKG telah mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan.

"Tidak ada human error dan instrument error oleh BMKG dalam memberikan informasi dan peringatan dini tsunami di Palu," ujar Daryono dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (7/10/2018).

Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, BMKG memri kronologis urutan kejadian sejak BMKG mengeluarkan peringatan dini, kemudian terjadi tsunami, hingga peringatan dini tsunami diakhiri.

Baca juga: Pakar: Tsunami Palu adalah Tsunami Lokal

Kronologi kejadian tsunami

Sejak Donggala dan Palu diguncang gempa berkekuatan 7,4 pukul 18.02 WITA, maka Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di BMKG secara otomatis memodelkan tsunami.

Ternyata gempa yang terjadi berpotensi tsunami. Hasil model menunjukkan estimasi waktu tiba tsunami di Palu pukul 18.22 WITA dengan status ancaman Siaga dan estimasi tinggi tsunami 0,5 - 3,0 meter.

Selanjutnya peringatan dini tsunami disebarluaskan oleh BMKG pukul 18.07 WITA kepada institusi terkait seperti BNPB, BPBD, TNI, POLRI, serta Media Penyiaran, melalui berbagai moda diseminasi, seperti SMS, e-mail, facsimile, Warning Receiver System (WRS), website BMKG, dan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.

Setelah dilakukan pengecekan terhadap hasil observasi muka laut di Mamuju, tercatat adanya tsunami setinggi 6 cm pukul 18.27 WITA, sementara jarak antara Palu dan Mamuju adalah 237 km.

Hasil temuan di lapangan oleh pegawai BMKG Palu menunjukkan bahwa pukul 18.27 WITA ada genangan air setinggi 30 sentimeter di Pelabuhan Pantoloan, pada jarak 100 sampai 200 meter dari pantai.

Kemudian pukul 18.30 WITA, ditemukan genangan air setinggi 10 sentimeter di kantor Bea Cukai Pantoloan dan ditemukan kapal terdampar menutupi jalan raya. Ini merupakan fakta bahwa saat itu tsunami sebenarnya sudah surut.

Berdasarkan catatan muka laut di Pantoloan diketahui bahwa gempa terjadi pada pukul 18.02 WITA. Air laut surut terjadi pukul 18.08 WITA dan tsunami maksimum terjadi pukul 18.10 WITA

Berdasarkan hasil pemutakhiran mekanisme sumber gempa yang menunjukkan bahwa gempa yang terjadi memiliki pergeseran mendatar dan hasil observasi tinggi tsunami, serta sudah terlewatinya waktu tiba tsunami di Palu dan Mamuju, maka peringatan dini tsunami diakhiri pukul 18.36 WITA.

Baca juga: Tsunami Palu: Pakar Ingatkan Pentingnya Evakuasi Mandiri

Penjelasan BMKG

Apa yang dilakukan oleh BMKG sudah tepat, yakni mengeluarkan peringatan dini pada menit ke-5 setelah gempa.

Jika melihat data pasang surut laut Pantoloan di Teluk Palu menunjukkan tsunami terbesar di teluk sudah lewat saat BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami.

Jadi sebenarnya tidak ada masalah dalam operasional peringatan dini oleh BMKG. Tidak ada yang gagal atau kecolongan dalam memberikan pelayanan peringatan dini tsunami.

"BMKG dapat disebut gagal atau kecolongan bila terjadi tsunami tetapi tidak memberikan peringatan dini sebelumnya," imbuh Daryono.

Meskipun sistem teknolgi dari InaTEWS sudah bekerja dengan baik, tetapi subsistem yang menghubungkan ke masyarakat tampaknya masih banyak masalah.

Dalam kasus tsunami Palu, peringatan dini dari BMKG terbukti telah dikirim melalui berbagai sarana diseminasi, meski ternyata sms peringatan dini tidak sampai ke masyarakat Palu dan Donggala.

"Menurut laporan, penyedia layanan sms mengalami gangguan akibat gempa kuat," jelas Daryono.

Selain itu, dengan status ancaman tsunami “siaga” maka estimasi tinggi tsunami berkisar antara 0,5 - 3,0 meter.

Mestinya sirine di Teluk Palu dibunyikan oleh pemerintah daerah sebagai perintah evakuasi, tetapi sirine tidak berbunyi. Ternyata peralatan penerima warning WRS milik BMKG di BPBD Palu juga terganggu akibat gempa.

Di kawasan pesisir yang sumber gempanya dekat pantai maka fungsi peringatan dini tsunami kurang bekerja efektif.

"Untuk itu, tidak ada pilihan lain bagi masyarakat kecuali menerapkan evakuasi mandiri dengan menjadikan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami. Begitu terjadi gempa kuat segera menjauh dari pantai. Sistem peringatan dini tsunami masih bermanfaat untuk informasi potensi tsunami dan mengakhiri peringatan dini," terangnya.

Baca juga: Perkawinan Minim Teknologi dan Mitigasi Rendah Lahirkan Bencana Palu

Selama ini memang masih ada masalah mendasar yang belum selesai. Antara warning yang dikeluarkan BMKG dan respon pemerintah daerah belum "terhubung" dengan baik. Pemerintah daerah harus memiliki SOP pengambilan keputusan untuk merespon status ancaman tsunami, selain terus memberikan edukasi mitigasi ke masyarakat.

"Jika semua masalah ini terselesaikan maka kiranya akan dapat membantu BMKG dalam menyelamatkan masyarakat supaya tidak jatuh korban lagi saat terjadi tsunami," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau