Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Pakar Jelaskan Alasan Suporter Bola Kita Membunuh Lagi

Kompas.com - 28/09/2018, 20:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ikatan emosional seperti ini dapat meluas pada cakupan yang lebih besar, seperti klub olahraga dan tentu saja kelompok suporter sepak bola.

Beberapa kajian mencoba menjelaskan bagaimana peleburan identitas ini dapat memicu munculnya tindakan ekstrem?

Pertama, perasaan bersemangat secara empiris terbukti mampu meningkatkan dorongan melakukan tindakan ekstrem atas nama kelompok bagi mereka yang identitasnya telah melebur bersama kelompok.

Eksperimen yang melibatkan 245 pelajar (99 perempuan dan 146 laki-laki) telah dilakukan di Spanyol untuk membuktikan hal ini. Dalam sebuah permainan bola (dodgeball), kondisi bersemangat para peserta dimanipulasi dan diukur berdasarkan frekuensi detak jantung setelah permainan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi yang menciptakan perasaan bersemangat pada kelompok akan diikuti dengan tendensi individu untuk melakukan tindakan yang ekstrem atas nama kelompoknya.

Dalam teori peleburan identitas, hal ini dikenal dengan prinsip agensi personal yaitu kondisi dimana individu merasa bahwa dirinya mewakili kelompok untuk melakukan sesuatu atas nama kelompok tersebut.

Tragedi kematian Haringga relevan dilihat dari kacamata ini. Situasi pra-pertandingan dan kerumunan massal, ditambah dengan kebiasaan suporter meneriakkan yel-yel untuk mendukung tim idolanya di Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa Barat tentu saja menimbulkan perasaan bersemangat dan merangsang munculnya tendensi perilaku ekstrem bagi individu-individu yang identitasnya melebur ke dalam kelompok suporter.

Lebih lanjut, situasi ini disulut dengan teriakan beberapa orang tentang adanya musuh di antara kerumunan tersebut. Dan aksi pengeroyokan pun tidak dapat dihindarkan sebagaimana kita ketahui.

Perasaan bersemangat ini tentu saja bukan satu-satunya sebab yang mendorong peleburan identitas pada perilaku kekerasan. Ia hanya minyak yang disiramkan pada setitik nyala api.

Kedua, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan pengalaman masa lalu yang dirasakan bersama juga berperan besar dalam hal ini.

Tahun 2017 lalu kami bersama beberapa kolega (Martha Newson dan Harvey Whitehouse dari Institute of Cognitive and Evolutionary Anthropology, Oxford University, serta Vici Sofiana Putera dari Universitas Nahdhatul Ulama Indonesia) mengumpulkan data dari para suporter Persib dan Persija dengan sampel sebesar 100 orang.

Fokus kajian kami adalah sejauh mana pengalaman menyakitkan yang dirasakan bersama mampu mendorong peleburan identitas dalam kelompok dan merangsang munculnya tendensi melakukan kekerasan atas nama kelompok.

Hasil kajian kami mengindikasikan bahwa tendensi melakukan kekerasan akan semakin menguat seiring dengan menguatnya perasaan menyatu dengan kelompok apalagi ketika mereka memiliki pengalaman menyakitkan bersama-sama.

Dan kita tahu bahwa, dalam konteks ini, kedua kelompok sama-sama memiliki pengalaman bersama yang menyakitkan ketika satu atau lebih anggota mereka menjadi korban pengeroyokan anggota kelompok lain. Rantai dendam agaknya sangat sulit untuk diputus.

Apa yang bisa dilakukan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com