KOMPAS.com - Asian Games 2018 mencapai puncaknya hari ini, Minggu (2/9/2018). Kontingen Indonesia telah meraih 31 medali emas, yang merupakan prestasi terbaik tim Merah-Putih sejak pesta olahraga terakbar Benua Asia itu pertama digelar pada 1951 lampau.
Kementerian Pemuda dan Olahraga mengklaim bahwa raihan ini merupakan dampak penerapan sport science alias sains olahraga.
"Dengan kebijakan baru pemerintah, setiap induk cabor (cabang olahraga) wajib merekrut tenaga sport science dari perguruan tinggi," kata Mulyana, Deputi 4 Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga.
"Dua tahun ini kami sudah melakukan seperti itu dan dampaknya, hasil yang kita peroleh sekarang ini mungkin adalah bagian dari penerapan sport science," sambungnya.
Ke depan, Mulyana mengatakan Indonesia akan memiliki Pusat Olimpiade yang melibatkan sains olahraga demi meningkatkan prestasi.
"Untuk atlet elite yang menuju Olimpiade dan Asian Games, kami sudah merancang Olympic Centre. Jadi dipadukan antara rumah sakit, laboratorium, dan tempat-tempat latihan atlet cabang unggulan," ujar Mulyana.
Tempat tersebut, tambahnya, juga akan memiliki para pakar di bidang nutrisi, psikologi, biomekanika, serta kedokteran olahraga.
Diharapkan tempat itu bakal berfungsi seperti Institut Olahraga Australia serta Insitut Ilmu Olahraga Jepang.
Akan tetapi, ketika ditanya kapan Pusat Olimpiade itu akan direalisasikan, Mulyana mengatakan, "Masih diperjuangkan."
Apa Itu Sains Olahraga?
Sport science sejatinya merupakan ilmu multidisiplin yang mencakup fisiologi, psikologi, biomekanika, nutrisi, dan kedokteran olahraga, menurut Tommy Apriantono, Ketua Kelompok Keilmuan Sports Sciences, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung.
Baca juga: Sambut Asian Games 2018, Kemenkes Siap Hadapi Kondisi Darurat
Indonesia, kata Tommy yang menekuni studi biomekanika di Universitas Nagoya, Jepang, memang sudah menerapkan sport science. Akan tetapi, dibandingkan dengan negara seperti Jepang, China, dan Korea Selatan, Indonesia tertinggal jauh.
"Untuk mengejar negara seperti Jepang, Indonesia memang butuh waktu yang lama. Karena Cina, Jepang, Korea Selatan, sudah menciptakan atlet, by design, bukan menunggu," papar Tommy.
"Kalau kita kan kebanyakan menunggu. Tiba-tiba Lalu Muhammad Zohri muncul," imbuhnya.
Dia mencontohkan bagaimana Jepang menciptakan atlet di Insitut Ilmu Olahraga.