"Batu yang lebih dari 2 sentimeter, sebenarnya jarang terjadi. Tapi kalau kasus ini terjadi, pasien akan dirawat dengan teknik Percutaneus Nephrolithotomy (PCNL). Jadi kita bikin bolongan sendiri yang langsung ketemu titik batu ginjalnya, lalu menembakkan laser, kemudian menyedot batu ginjal tersebut," jelasnya.
Hery menambahkan, jika ada sisa-sisa dari batu ginjal yang tertinggal dari metode PCNL ini karena ukurannya yang masih kurang kecil, dapat dikombinasikan dengan teknik ESWL agar batu tersebut larut.
Baca juga: Jangan Sembarangan Konsumsi Antibiotik, Bisa Berisiko Batu Ginjal
Kekurangan
Kendati demikian, metode ini tidak sepenuhnya sempurna.
Pasalnya, minimal invasive yang dilakukan pada penderita penyempitan jantung masih perlu evaluasi lebih lanjut, mengingat penggunaan radiasi dapat menurunkan fungsi ginjal.
Hal yang sama pun dapat terjadi pada penyakit batu ginjal. Meski bukan radiasi, namun proses memasukkan alat ke dalam tubuh manusia, dapat menimbulkan infeksi jika alatnya tidak steril.
"Untuk semua operasi, semua alat harus dalam keadaan steril. Yang melakukan pekerjaan (prosedur) juga harus menggunakan pelindung agar tidak menyebarkan kuman pada pasien dan sebaliknya. Begitu pula alat-alatnya, kita punya bagian CSSD (Central Sterile Supply Department), yang harus melakukan sterilisasi pada alat-alatnya untuk setiap selesai tindakan," jelas Hery.
"Jadi alat dan dokter harus sangat steril. Tapi sesteril-sterilnya apa pun itu kita melakukan tindakan, risiko infeksi tetap ada. Karena kita tidak bisa menekan sampai benar-benar nol persen. Makanya setiap kali operasi, setiap ada akses ke dalam tubuh, pasti diberikan antibiotik agar tidak berkembang infeksi setelah operasi," pungkas Hery.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.