Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Batu Ginjal, Dokter Sarankan Metode Gelombang Kejut

Kompas.com - 14/02/2018, 13:05 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Sejauh ini, pemberian obat yang diberikan kepada pasien batu ginjal hanya sebatas untuk meningkatkan kontraksi otot-otot polos di saluran kencing. Diharapkan, batu akan meluruh sendiri bersama urin yang terbuang.

Lantas, Hery Tiera, dokter spesialis urologi yang ditemui dalam acara Diskusi Media yang digelar Rumah Sakit Pondok Indah Group di Jakarta pada Selasa (13/2/2018) menawarkan sejumlah metode yang bisa ditempuh untuk menyembuhkan batu ginjal.

“Belum ada obat yang bisa memecahkan batu ginjal. Obat sebatas mendorong batu keluar. Cara konservatif ini hanya bisa diterapkan ke pasien dengan batu yang ukurannya kurang dari 5 milimeter,” terang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Syarat diperbolehkannya memberikan obat ke pasien batu ginjal yakni selama ukuran batu tidak melebihi ukuran saluran kencing. Pasalnya, ditakutkan batu tidak bisa terdesak keluar, dan justru tertahan di tubuh.

Baca juga : Menahan Kencing Tidak Sebabkan Batu Ginjal, tetapi...

Apabila batu ginjal yang mengendap di saluran ureter ukurannya masih kecil, dokter pun akan menyarankan pasien lebih banyak meminum air putih supaya curah urin yang keluar lebih banyak.  Dengan demikian, urin tersebut lebih kuat dalam menghanyutkan batu keluar dari tubuh.

“Makin besar batu, makin keras tentunya. Jadi harus dipecahkan dengan tenaga mekanis,” sebut Hery.

Untuk batu ginjal yang berukuran 5 milimeter hingga 2 sentimeter, Hery lebih merekomendasikan metode Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL).

“Metode ini menggunakan gelombang kejut. Pemecahan batu dilakukan dari luar tubuh. Tidak ada alat yang masuk ke tubuh,” ujar Hery.

Baca juga : Marathon Bisa Picu Kerusakan Ginjal, Bagaimana Cara Menghindarinya?

Teknik gelombang kejut ini memecahkan batu menjadi fragmen kecil-kecil seukuran ureter. Dengan demikian, batu tersebut bisa terangkut bersama air kencing. Pasien pun harus dalam kondisi ginjal yang baik, tidak ada sumbatan distal, tidak mengidap kelainan pembekuan darah, dan tidak sedang hamil.

Pasien dibaringkan telungkup di atas ranjang yang dilengkapi mesin USG dan x-ray yang akan menentukan titik di mana batu ginjal berada. Selanjutnya, gelombang kejut akan langsung menghancurkan batu ginjal sesuai lokasi yang telah ditetapkan.

“Ini tidak berbahaya bagi tubuh, tidak ada sayatan, tidak ada pendarahan. Pasien tidak perlu rawat inap,” kata Hery.

Pasien bahkan dapat menyaksikan langsung proses ESWL ini lewat monitor karena tidak perlu dibius.

Baca juga : Hidup Tanpa Ginjal Itu Keniscayaan, Ambri Lawu Membuktikan

Secara total, proses memecahkan batu menjadi serpihan lewat metode ESWL memerlukan waktu sekitar satu jam.

Selanjutnya, pasien akan dipantau selama dua minggu apakah batu yang dipecahkan telah keluar bersama urin. Pasien tidak perlu panik ketika mendapati urinnya berubah lebih merah dua hingga tiga kali usai menjalani ESWL. Ini wajar dan menandakan bahwa batu telah keluar.

Menggunakan gelombang elektrohidolik atau ultrasonik, gelombang kejut ini akan membidik tepat pada titik yang memang ada batu ginjalnya. Getaran yang dihasilkan dari metode ini tidak merusak organ tubuh sekitar. Tindakan ini bisa diulang pada dua minggu berikutnya jika dalam 4000 ketukan, batu belum juga pecah ketika ditembak.

“Energi yang dipakai tidak sampai mampu melubangi usus atau organ lainnya. Tingkat keberhasilannya hingga 98 persen. (Dua persen) sisanya tidak sanggup dihancurkan karena saking kerasnya kalsium pada batu,” ujar Hery.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau