KOMPAS.com - Antibiotik memang telah lama dianjurkan untuk tidak dikonsumsi berlebihan dan sembarangan. Pasalnya, perilaku ini bisa menimbulkan resistensi antibiotik.
Namun, di samping itu, risiko batu ginjal juga mengintai seseorang yang menelan antibiotik secara serampangan.
Hal ini dijelaskan dalam Journal of American Society of Nephrology, pada Kamis (10/5/2018).
Para peneliti mulanya gelisah lantaran penderita batu ginjal terus meningkat. Lantas, mereka tergugah untuk mengaitkan kenaikan tersebut dengan konsumsi antibiotik oral.
Pasalnya, meminum antibiotik secara terus-menerus bisa memicu perubahan bakteri yang mendiami saluran kemih dan usus.
Baca juga: Studi Baru Ungkap Komunikasi Bakteri untuk Hindari Antibiotik
Akibatnya, proses pengeluaran mineral dan garam sisa pencernaan terganggu. Mineral dan garam yang mestinya keluar bersama urin malah tertahan dan menumpuk jadi endapan di saluran kemih.
Teliti Lima Antibiotik
Para peneliti bekerja dengan mengumpulkan catatan rekam medis 26.000 orang dengan batu ginjal dan 260.000 responden sehat tanpa batu ginjal. Data tersebut berasal dari pasien di Inggris antara tahun 1994 hingga tahun 2015.
Dari situ, peneliti mencoba menyingkirkan aspek seperti mengonsumsi obat lain, riwayat penyakit infeksi saluran kemih, diabetes, dan asam urat, supaya hasilnya tidak tumpang-tindih.
Lantas, peneliti menemukan bahwa ada lima antibiotik yang meningkatkan potensi seseorang terkena batu ginjal.
Kebanyakan penderita batu ginjal didiagnosis terkena penyakit tersebut tiga atau 12 bulan setelah rajin minum kelima antibiotik tersebut.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Antibiotik Ampuh Melawan Infeksi di Tanah
Kelimanya yakni sulfas, sefalosporin, fluoroquinolon, nitrofurantoin/methenamine, dan penisilin.
Sementara itu, jenis antibiotik yang sebaiknya dihindari adalah sulfas. Pasalnya, konsumsi antibiotik jenis ini berkontribusi paling besar terhadap kemunculan batu ginjal di tubuh seseorang.
Risiko kena batu ginjal naik 2,3 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak minum sulfas. Risiko tersebut baru berkurang ketika pasien sudah lepas dari obat tersebut selama lebih dari lima tahun.
Peneliti lantas berpesan supaya masyarakat hati-hati dalam memilih dan mengonsumsi antibiotik. Sebaiknya tanyakan semua risikonya ke dokter jika diresepkan antibiotik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.