Tim dari Universitas Gadjah Mada juga sudah melakukan asesmen awal ke Lombok. Tim ini menemukan banyak bangunan dibangun tanpa peran tenaga ahli, sehingga kurang memperhatikan aspek kekuatan bangunan.
"Kami menemukan banyak bangunan yang roboh, karena tidak memiliki balok dan kolom beton bertulang. Itu yang paling parah. Selain itu, ada pula yang sebenarnya sudah ada beton bertulang tapi tidak saling berkait," kata salah satu anggota tim asesmen Ashar Saputra, Ph.D beberapa waktu lalu di Yogyakarta.
Tim ini melakukan pemeriksaan teknis dengan mengacu pada prosedur standar ATC-20 (Applied Technology Council-20). Selain rumah penduduk, tim juga melakukan pemeriksaan terhadap bangunan fasilitas public seperti rumah sakit, tempat ibadah dan sekolah.
UGM mengajak serta sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan relawan dari perguruan tinggi di Lombok untuk melakukan sosialisasi mengenai bangunan tahan gempa nantinya.
Baca juga: Serial Gempa Dipicu Satu Sesar, Apa yang Sebenarnya Terjadi di Lombok?
"Untuk mencegah kerusakan fisik di waktu mendatang, kami menyarankan agar pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum memberikan pengawasan terhadap prosedur standar pembangunan, khususnya untuk fasilitas publik sesuai dengan prinsip keutamaannya," imbuh Ashar.
Pengalaman Yogyakarta
Yogyakarta sendiri, sebagai daerah yang mengalami dua bencana besar dalam 15 tahun terakhir, yaitu gempa 2006 dan letusan Merapi 2010, siap mendampingi Pemda NTB dalam proses rekonstruksi. Tentu saja, pendampingan itu akan dilakukan jika ada permintaan resmi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Biwara Yuswantana mengatakan, Pemda DIY telah datang ke Lombok menyampaikan pengalaman penanganan pasca gempa 2006.
Dengan skema gotong royong ketika itu, DIY mampu membangun lebih dari 170 ribu rumah dalam dua tahun.
Dalam pengelolaan anggaran, DIY juga secara cepat mengubah anggaran daerah, dengan memotong pengeluaran tidak mendesak dan mengarahkan seluruh kemampuan keuangan untuk pembangunan kembali pasca gempa.
Dunia pun mengakui proses gotong royong itu sebagai rekonstruksi kawasan tercepat yang pernah dilakukan seusai bencana yang menewaskan hampir 5.000 orang itu.
"Kita dulu melakukan rekonstruksi dengan berbasis masyarakat, di mana korban memperoleh pendapatan dengan membangun rumah mereka sendiri. Itu mendorong ekonomi bergerak karena kemudian banyak toko bangunan berdiri," ujar Biwara.
Baca juga: Serial Gempa Lombok, Ahli Sebut Bukan Bukti Prediksi yang Viral
"Tetapi kita belum tahu kultur masyarakat Lombok seperti apa, kondisi masyarakatnya bagaimana, tingkat kegotongroyongannya seperti apa. Tetapi Sultan HB X sudah menyampaikan itu, jika dibutuhkan DIY memiliki banyak tenaga ahli dalam proses ini," imbuhnya.
Biwara juga mengatakan, di tingkat lokal akan ada sosialisasi ulang mengenai bangunan tahan gempa. Simutaga akan hadir dalam proses sosialisasi itu untuk memperdalam pemahaman mengenai dampak gempa terhadap bangunan.
Upaya ini sebagai bagian dari mitigasi bencana, sekaligus menjadi pengingat karena sejak gempa 2006, DIY telah belajar untuk menerapkan aturan bangunan tahan gempa di seluruh wilayah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.