KOMPAS.com - Sebuah alat simulasi gempa sederhana dipertunjukkan di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Selasa (28/8) siang.
Serupa sebuah meja rendah, alat ini memiliki bidang datar di bagian atas. Model rumah skalatis ditempatkan di atasnya, dan ketika dinyalakan, bidang datar itu bergerak ke kanan dan kiri.
Gerakan itu menirukan gerakan gempa, dan dapat disesuaikan berapa skala richter gempa yang akan diciptakan.
Alat sederhana ini dikembangkan oleh Prof Sarwidi, guru besar Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta sekaligus salah satu pengarah di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kehadiran alat tersebut bertujuan untuk memberi gambaran visual tentang apa yang terjadi ketika gempa melanda dan dampaknya terhadap sebuah bangunan.
Menurut Sarwidi, alat ini mampu menyederhanakan sosialisasi bangunan tahan gempa sebagai bagian dari mitigasi bencana.
"Simulasi ini nanti bisa menampilkan model bangunan regular, setengah regular sampai yang model Barataga atau Bangunan Rakyat Tahan Gempa, yang sangat komplet unsur ketahanan gempanya," papar Sarwidi.
"Mulai dari pondasinya, kita juga melihat jenis tanah dimana rumah itu berdiri, ketebalan pasir di bawah pondasi juga tidak sembarangan, karena itu untuk meredam energi atau getaran gempa yang masuk ke bangunan sehingga bisa mengurangi kerusakan. Selain itu, bangunan tahan gempa juga diberi rangka-rangka pengekang," sambungnya.
Alat peraga fisik ini diberi nama Simutaga atau Simulasi Ketahanan Gempa Bangunan. Dalam simulasi, alat ini mampu menunjukkan dampak kerusakan bangunan.
Penambahan miniatur furniture di dalamnya akan menambah pemahaman, tentang bagian mana yang dapat digunakan sebagai lokasi berlindung dan tidak. Simulasi juga akan menggambarkan, ke arah mana saja runtuhan tembok akan jatuh.
Baca juga: Viral Pesan tentang Gempa Jawa, LIPI Tegaskan Itu Hoaks
Diharapkan penggambaran visual ini akan mendorong mitigasi bencana yang lebih baik ke depan.
"Rumah tahan gempa itu artinya bisa saja retak-retak dan rusak, tetapi karena strukturnya baik, dia tidak akan menimbulkan korban. Ke depan, seluruh material bangunan tahan gempa adalah material ringan, tidak hanya bagian atap tetapi juga dindingnya," tambah Sarwidi.
Terkait gempa Lombok, Sarwidi yang juga melakukan kunjungan ke lokasi mengatakan, pemahaman masyarakat mengenai bangunan tahan gempa memang masih kurang. Karena itu, sosialisasi sangat diperlukan dalam masa rekonstruksi.
Dana bantuan pemerintah sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, dinilai Sarwidi sebenarnya sudah cukup untuk membuat rumah sederhana tahan gempa berukuran 6 X 6 meter.