Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Vulvodynia, Sakit Luar Biasa yang Hanya Dialami Perempuan

Kompas.com - 09/08/2018, 11:47 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

Vulvodynia pertama kali didokumentasikan dalam teks kedokteran pada 1880, dideskripsikan sebagai "supersensitivitas vulva" atau "sumber dispareunia" (hubungan seksual yang menyakitkan), menurut Lisa Goldstein, direktur eksekutifonal Vulvodynia Association.

Saat ini, studi terbaru menunjukkan sekitar 16 persen perempuan AS pernah menderita vulvodynia.

Sayang, penelitian tentang penyakit ini masih sangat minim. Hal ini disebabkan oleh sulitnya mempelajari subjek yang sensitif seperti itu, variasi definisi dan kriteria diagnostik, juga kurangnya penelitian historis tentang kesehatan kewanitaan.

Pada tahun 2011, lebih dari 80 peneliti berkumpul untuk konferensi tentang penelitian vulvodynia di Institut Kesehatan Anak dan Pengembangan Manusia di AS.

"Para peserta konferensi sepakat bahwa basis bukti untuk penelitian vulvodynia jarang, dan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang cukup untuk membentuk konsensus tentang metode diagnosis dan pengobatan yang lebih disukai," mereka menyimpulkan.

Laporan mereka menambahkan bahwa para peserta setuju penelitian lebih lanjut membutuhkan keahlian dari para ilmuwan di bidang neurologi, penelitian rasa sakit dan bidang lainnya.

Akibatnya, sebagian besar dari konisi ini tetap menjadi misteri. Seringkali tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi, dan tidak ada obat satu ukuran yang cocok untuk semua.

Gejala vulvodynia

Menurut Rachel Gelman, seorang terapis fisik di Pelvic Health and Rehabilitation Center in San Francisco, diperlukan tim spesialis untuk mendiagnosis vulvodynia dan gangguan nyeri pelvis lainnya.

"Ada begitu banyak sistem yang bertemu dan terhubung di panggul, yang semuanya bisa menjadi pendorong rasa sakit," ujar Rachel

Beberapa penelitian menghubungkan vulvodynia dengan gangguan autoimun, kerusakan saraf, reaksi alergi, infeksi ragi kronis, dan bahkan etnis.

Risiko terkena vulvodynia juga meningkat seiring dengan kondisi psikologis seperti depresi dan kecemasan, serta potensial disebabkan oleh peristiwa masa kanak-kanak seperti stres kronis atau pelecehan seksual.

Namun, ada juga teori yang mengungkap bahwa gejala vulvodynia sumbernya bukan di anggota tubuh yang sakit tetapi di otak. Ini sama halnya seperti gangguan nyeri kronis lainnya.

Dalam studi tersebut dikatakan pasien vulvodynia memiliki lebih banyak materi abu-abu di area otak yang memproses rasa sakit dan stres.

Baca juga: Kama Sutra Satwa: Kisah Pakar Penis dan Vagina Ungkap Seks Lumba-lumba

Saat otak memproses sinyal tersebut, bisa jadi hal ini membuat pasien mencari solusi sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com