KOMPAS.com - Duet pakar penis dan vagina berhasil mengungkap salah satu misteri seks satwa, reproduksi lumba-lumba.
Hasil riset mengungkap bahwa mamalia laut yang bersahabat dengan manusia itu ternyata punya seks yang cukup "kinky".
Dara Orbach yang 7 tahun mempelajari vagina lumba-lumba bersama Patricia Brennan dan Diane Kelly yang menghabiskan karirnya mempelajari penis satwa meneliti seks lumba-lumba dengan cara tak biasa.
Ketiganya mengumpulkan koleksi penis dan saluran reproduksi lumba-lumba betina. Koleksi diperoleh dari lumba-lumba yang mati secara alami.
Mereka lalu membuat bangkai penis itu ereksi dengan bantuan pompa bertekanan, sebuah alat seperti yang digunakan pria dengan disfungsi ereksi.
Mereka lalu menaruh penis pas dalam saluran vagina dan mengamati interaksi dua organ reproduksi itu dengan CT Scan.
Hasil scan yang ditunjukkan dalam pertemuan American Association of Anatomists pada April 2017 mengungkap, vagina lumba-lumba ternyata berliku-liku.
Sedemikian berlikunya sehingga peneliti menyimpulkan bahwa setiap sperma akan menempuh perjalanan yang panjang dan sangat menantang untuk bertemu sel telur.
Mengapa lumba-lumba betina harus memiliki saluran reproduksi yang berliku? Orbach mengatakan, itu adalah bentuk adaptasi dari reproduksi yang melelahkan.
Betina lumba-lumba harus menghadapi banyak pejantan. Seks sangat memakan waktu dan melelahkan. Pada puncak masa produktifnya, betina lumba-lumba bisa berhubungan seks 15 kali dalam 15 menit dengan 2-3 pejantan.
"(Saluran reproduksi yang rumit) ini adalah cara memilih pejantan dengan sperma terbaik, atau yang paling kompetitif, sebagai orang tua," kata Orbach.
Orbach mengatakan, lumba-lumba betina kadang juga meliukkan tubuhnya pada saat berhubungan seks sehingga sperma semakin sulit untuk mencapai sel telur.
Kehamilan pada lumba-lumba mencapai 11 bulan. Induk pun harus mengasuh anak setidaknya hingga usia 2 tahun. Itu bukan investasi murah bagi lumba-lumba betina.
"Jadi dari sudut pandang betina, mereka ingin mengontrol siapa yang berhak menjadi ayah dari anaknya," ungkap Orbach seperti dikutip Washington Post, 2 Mei 2017.
Seks lumba-lumba bukan hanya menantang karena saluran reproduksi betina yang rumit, tetapi juga karena berlangsung di perairan.
Air laut yang punya kadar garam tinggi bersifat toksik bagi sperma. Jika sperma tercampur, maka selnya akan lisis dan akhirnya mati.
Studi tentang seks lumba-lumba ini bermanfaat untuk mendukung program konservasi satwa itu. Semakin lengkap wawasan tentang reproduksi satwa, maka perbanyakan populasinya lebih mudah menemukan jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.