Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibanding Eropa dan Amerika, Polusi Udara di Asia 9 Kali Lebih Tinggi

Kompas.com - 13/07/2018, 19:02 WIB
Monika Novena,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Sumber Physorg

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sekitar 88 persen kematian prematur (premature death) yang terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di Asia berkaitan dengan polusi udara.

Kematian prematur adalah kematian yang terjadi sebelum seseorang mencapai usia harapan hidup.

Hal ini terungkap dari ulasan yang diterbitkan oleh jurnal Atmospheric Environment yang dilakukan Pusat Global untuk Penelitian Kebersihan Surrey (GCARE).

Studi ini menganalisis paparan polusi dan tingkat konsentrasi pada lingkungan mikro transportasi Asia, seperti berjalan, mengemudi, bersepeda, mengendarai sepeda motor, dan naik bus.

Peneliti mengukur seberapa banyak tingkat partikel halus, karbon hitam yang dihasilkan bahan bakar kaya karbon seperti bensin, solar, dan partikel ultra halus (UFP) masuk ke paru-paru.

Baca juga: Tanpa Anda Sadari, Polusi Udara Bunuh Jutaan Jiwa Setiap Tahun

Hasilnya, orang yang sering berjalan di kota penuh polusi, misalnya kota padat transportasi di Asia, terpapar partikel halus 1,6 kali lebih tinggi daripada orang-orang Eropa dan Amerika. Mereka pun terpapar karbon hitam tujuh kali lebih banyak dibanding orang Eropa dan Amerika.

Sementara pengemudi mobil di Asia terpapar polusi hingga sembilan kaki lebih banyak dibandingkan orang Eropa dan Amerika.

Selain paparan polusi, studi ini juga menemukan adanya peningkatan partikel ultra halus (UFP) di Hong Kong, di mana jumlahnya empat kali lebih tinggi dibanding kota-kota Eropa.

Di New Delhi, rata-rata konsentrasi karbon hitam di mobil mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan Eropa atau Amerika Utara.

Fakta ini diperburuk dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Asia yang cukup besar.

Contohnya saja jumlah kendaraan di Beijing meningkat dari 1,5 juta pada tahun 2000 menjadi lebih dari 5 juta pada tahun 2014. Sementara di Delhi, India, diperkirakan jumlah kendaraan meningkat dari 4,7 juta tahun 2010 menjadi 25,6 juta pada tahun 2030.

Meski begitu, masih terdapat kesenjangan yang nyata dalam studi yang berfokus pada populasi Asia yang tinggal di pedesaan, semi-pedesaan atau lebih kecil, di mana paparan polusi bisa sama berbahayanya seperti di daerah perkotaan yang disebabkan oleh beberapa sumber.

Baca juga: Selain Gaya Hidup, Polusi Udara Terbukti Picu Perkembangan Diabetes

Sebab data pengendara sepeda dan sepeda motor cukup langka. Studi juga terbatas untuk moda transportasi lainya juga. Penting untuk mengisi celah ini untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai tantangan polusi yang dihadapi penduduk Asia.

"Perhatian khusus terhadap studi ini dilakukan dengan membandingkan hasil secara langsung dengan studi lainnya karena adanya jumlah informasi paparan yang bervariasi di wilyah yang diteliti. Namun ada bukti kuat bahwa orang yang bepergian di kota-kota Asia terkena polusi udara yang jauh lebih tinggi," jelas Prashant Kumar, penulis utama studi sekaligus direktur GCARE.

Untungnya ada upaya yang coba dilakukan untuk mereduksi paparan polusi.

"Ada upaya di Asia untuk memasang sistem pemantauan portabel yang dirancang dan dikalibrasi dengan tepat untuk mengukur tingkat paparan yang sebenarnya, menggunakan data lebih baik mengapa paparan lebih tinggi terjadi dan bagaimana mencegahnya," kata Profesor Chris Frey dari North Carolona State University.

"Pengukuran paparan ini akan membantu individu, bisnis serta pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk mengurangi paparan semacam itu," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau