Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Merkuri Picu Rendahnya Kelahiran Kura-kura Betina

Kompas.com - 07/05/2018, 19:07 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pratik pertanian dan polusi merkuri di Amerika Serikat kini menyebabkan semakin banyak kura-kura air tawar (commont snapping turtle/cst) yang menetas sebagai pejantan.

Sebagai informasi, jenis kelamin kura-kura memang ditentukan oleh kondisi telur mereka saat berkembang.

Sebelumnya, ketimpangan jenis kelamin juga terjadi pada kura-kura laut di Samudra Pasifik. Di wilayah tersebut, sebagian besar telur yang menetas menjadi kura-kura betina.

Para peneliti menyebut hal ini adalah efek pemanasan global.

Baca juga: Terlalu Dikagumi Manusia, Kura-kura Bergaya Punk Terancam Punah

Sedangkan kasus di AS, tim ilmuwan menemukan efek pendinginan dari penggunaan lahan pertanian yang dikombinasikan dengan efek kimia pencemaran merkuri mempengaruhi demografi kura-kura.

"Pekerjaan kami menggambarkan bagaimana aktivitas manusia yang dilakukan rutin bisa memiliki efek samping yang tak terduga bagi satwa liar," ungkap Profesor William Hopkins, ahli konservasi satwa liar di Virginia Tech dikutip dari The Independent, Kamis (03/05/2018).

Profeor Hopkins juga menjelaskan, mereka menemukan pergeseran jumlah jenis kelamin yang cukup kuat. Dalam hal ini jumlah kura-kura jantan yang menetas lebih banyak dibanding betina.

Menurutnya, ini disebabkan oleh interaksi dua perubahan global yang paling umum di bumi, yaitu polusi dan pertanian.

Dengan penggunaan lahan pertanian, sarang kura-kura jenis CST menjadi lebih sejuk. Akibatnya, lebih banyak telur yang menetas menjadi pejantan.

Ketika akan membangun sarang, biasanya kura-kura betina memang lebih tertarik pada lahan pertanian terbuka dan cerah. Itu karena musim bertelur mereka terjadi di musim panas.

Sayangnya, menurut Hopkins, ini adalah langkah yang buruk.

"Hasil kami menunjukkan bahwa kura-kura lebih tertarik untuk membuat sarang alami di habitat lahan pertanian, dan pilihan ini memiliki konsekuensi untuk kesuksesan reproduksi mereka," ujar Hopkins.

Baca juga: Hanya 3 Kura-kura Tempurung Lunak Yangtze yang Tersisa di Dunia

Fenomena ini juga disebabkan karena tanaman padat bertunas dengan cepat sepanjang musim panas. Tanaman-tanaman pertanian itu kemudian dengan cepat membuat teduh sarang kura-kura snapping.

Inilah yang kemudian menghasilkan ketimpangan jenis kelamin pada telur kura-kura yang berhasil menetas.

Para peneliti juga menemukan bahwa efek ini diperparah oleh polusi merkuri di sepanjang Sungai Selatan Virginia.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau