Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sumatera Selatan, Ditemukan Katak dengan Tanduk Tak Bertulang

Kompas.com - 06/07/2018, 20:00 WIB
Michael Hangga Wismabrata,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Untuk kesekian kalinya, ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan spesies katak baru dari Sumatra Selatan, Indonesia.

Katak yang kini dinamai Megophrys lancip itu pertama kalinya ditemukan para peneliti pada tahun 2013. Namun kala itu, spesies diidentifikasi sebagai jenis lain.

Setelah penelitian morfologi dan molekuler, katak dengan tanduk lancip itu ternyata memiliki karakter yang unik.

"Di atas matanya dan di bagian moncongnya ada tanduk yang meruncing," kata Amir Hamidy, peneliti reptil dan amfibi LIPI yang menemukannya.

"Tanduk ini berupa lipatan kulit dan bukan seperti tanduk dari tulang. Warna kulitnya yang menyerupai daun kering di lantai hutan," imbuhnya.

Amir mengatakan, habitat katak tanduk lancip ini berada di hutan primer atau sekunder, tepatnya di lantai hutan yang tak jauh dari aliran sungai yang jernih.

"Di wilayah Indonesia, katak tanduk lancip ini tersebar di Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Karakter katak ini endemik, jadi ciri-ciri katak di Jawa akan berbeda dengan di Sumatra atau Kalimantan," kata ahli herpetologi di LIPI.

"Warna kulit katak ini memang mirip dengan daun-daun kering yang ada di lantai hutan. Besar kemungkinan ini merupakan hasil adaptasi katak agar dapat survive dari predator," kata Amir.

Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan Cecak Jenis Baru di Pulau Terpencil Indonesia

"Katak tanduk di Jawa atau Megophrys montana memiliki tanduk di moncongnya lebih pendek daripada yang ada di Sumatra. Selain itu, selaput kaki katak tanduk di Jawa lebih lebar dibandingkan yang di Sumatra," kata Misbahul Munir, lulusan Institut Pertanian Bogor, yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Mirip dengan katak lainnya, katak tanduk lancip jantan ukurannya lebih kecil daripada katak betina.

"Selain ukurannya yang lebih kecil, katak tanduk lancip jantan juga memiliki nuptial pad atau bantalan untuk kawin, yang terletak pada bagian dorsal di ruang belakang jari tangan pertama dan kedua," kata Munir kepada Kompas.com, Jumat (6/7/2018).

"Bantalan kawin tersebut berfungsi saat musim kawin agar dapat berpegangan kuat dengan katak betina," katanya.

Baca Juga: Buaya Muara di Kali Grogol Susah Ditangkap, Ini Saran Ahli LIPI

Sementara itu, tes DNA juga dilakukan para ahli dengan mengambil spesimen dari otot dan hati katak yang sudah diberi tindakan euthanasia.

"Dalam meguji sebuah spesies, kita harus mengidentifikasi secara detail, tidak hanya dengan foto, tetapi juga harus spesimen. Hasil penelitian spesimen inilah yang menjadi acuan ilmiahnya, jadi kita ambil material DNA-nya dari otot dan hati," kata Amir Hamidy.

Setelah tes DNA, maka spesimen tersebut diawetkan agar menjadi acuan ilmiah dunia ilmu pengetahuan masa depan.

Sementara itu, Amir mengatakan, katak tanduk lancip yang unik ini ternyata menjadi favorit bagi para kolektor hewan, khususnya para pecinta katak.

"Bentuknya yang unik memang menarik perhatian para kolektor, dan katak tanduk lancip ini paling dicari karena khas dari wilayah Asia Tenggara," katanya. Penemuan tersebut sudah terbit di jurnal Zootaxa, 2018. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau