"Mengapa kamu bisa tidak menghukum pelaku ketika menjadi korban, tetapi tidak bisa melakukan itu ketika memutuskan sebagai pihak ketiga?" sambungnya.
Menurutnya, hal ini karena kita menghukum orang lain sebagai pihak ketika karena ingin mencitrakan karakter moral kita sendiri.
"Ide dasarnya adalah orang menghukum keegoisan untuk menyampaikan kepada orang lin bahwa mereka bisa dipercaya," kata Jilian Jordan, peneliti psikologi di Yale.
Jordan menekankan bahwa orang-orang tidak murni egois atau tidak jujur ketika mereka mengekspresikan kemarahan moral atas nama orang lain.
"Mereka sebenarnya merasakan kemarahan moral," katanya.
Menghukum di Internet
Meski begitu, ini tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa kemarahan moral begitu menonjol di internet.
Namun, salah satu hipotesis terkait hal tersebut adalah keinginan kita menghukum tidak selalu mengikuti jalan yang logis.
Baca juga: Internet Ancam Populasi Singa dan Kawan-kawan, Kok Bisa?
Contoh nyatanya, ketika orang berkomentar ketika melihat sinetron atau sebuah pertandingan olahraga di televisi.
"Jika sumber kemarahan moral kita adalah keinginan untuk mencitrakan kebaikan diri sendiri, maka itu membantu kita memahami mengapa sering kali kemarahan moral kita keluar jalur," ujar David Rand, peneliti senior psikologi.
Brian Resnick, reporter sains Vox menyebut internet punya cara mengambil naluri yang diturunkan evolusi manusia dan menempatkannya dalam "hyperdrive".
Resnick menyebut twitter seperti kotak Skinner dalam kesenangan orang-orang mempermalukan publik.
Ketika Bowo menjadi viral, ini adalah kesempatan yang mudah bagi ribuan orang untuk mendapatkan nilai moral yang tinggi.
"(Internet adalah) forum yang mengambil langkah kita untuk menghukum dan mengarah pada reaksi berlebihan kolektif yang besar dalam beberapa kasus, karena setiap individu mengekspresikan perspektif mereka," spekulasi Jordan.
"Ketika Anda mengumpulkan semuanya, Anda melihat adanya mob mentality," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.