Betul, terdapat sejumlah usaha mencoba mengidentifikasi wilayah hutan di Malaysia dan Indonesia demi keanekaragaman dan melindung dari pihak-pihak yang menginginkan keuntungan dari kelapa sawit.
Tetapi langkah tersebut, menurut laporan ini, tidak terlalu menguntungkan jika dibandingkan melanjutkan bisnis seperti biasanya.
"Kami mengamati perbedaan tingkat deforestasi antara perkebunan berizin dan yang tidak berizin di Kalimantan. Kami tidak menemukan perbedaan yang besar," kata Erik Meijaard.
"Saya memang tidak memperkirakan perbedaan yang besar karena ini suatu hal yang cukup baru, diperlukan waktu untuk menyempurnakannya, juga diperlukan permintaan konsumen yang memerlukan minyak kelapa sawit berkelanjutan."
Baca juga: Dongeng Penjarahan Hutan Indonesia, Dosa Orde Baru dan Kelapa Sawit?
Bagaimana dengan minyak kelapa sawit berkelanjutan?
Berbagai usaha telah dilakukan lewat kepemimpinan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Tetapi kajian baru ini menyatakan langkah tersebut dibatasi rendahnya permintaan, kesulitan menemukan produk berkelanjutan dan keburukan pengawasan, pelaporan dan pengujian.
RSPO menyatakan pihaknya selalu berusaha memperkuat standar tetapi hal ini sulit dilakukan jika "dukungan masyakarat luas tidak ada".
Para pegiat mempertanyakan berbagai langkah ini.
"RSPO bertanggung jawab untuk memastikan anggota melindungi hutan tropis dan menghasilkan minyak kelapa sawit secara bertanggung jawab, tetapi usaha ini mengalami kegagalan," kata Richard George dari Greenpeace UK.
"Jika RSPO ingin memiliki masa depan, mereka harus menerapkan standar "larangan deforestasi, lahan gambut, penyalahgunaan" dan memastikan penerapannya secara tegas."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.