Selain mengamati pola tidur tikus, para ahli juga akan mengamati kepadatan tulang tikus. Sebab seringkali tulang dan otot manusia, mungkin juga tikus, akan jauh lebih lemah selama tinggal di ruang angkasa.
Harapan untuk teka-teki yang belum terpecahkan
Berbicara tentang melakukan perbandingan makhluk kembar di antariksa dan bumi, sebenarnya ini bukan pertama kalinya.
Sebelumnya, astronot Scott Kelly yang pernah tinggal selama setahun di antariksa mengamati perubahan yang terjadi di dalam tubuhnya dan membandingkannya dengan saudara kembarnya, Mark, yang lebih dulu kembali ke Bumi.
Menurut Scott, ada perubahan dalam bakteri usus dan tujuh persen gen Scott tidak kembali normal setelah kembali ke bumi. Sayang, hingga saat ini belum diketahui alasan pastinya.
Berkaca dari peristiwa tersebut, Vitaterna yakin riset tikusnya di antariksa dapat membantu menjawab teka-teki tersebut. Ia menganggap, misi tikus ke luar angkasa jauh lebih unggul.
"Saya rasa studi tikus secara statistik akan lebih baik dan bisa menjawab pertanyaan yang belum terjawab dari study Kelly bersaudara," katanya.
Baca juga: NASA Eksplorasi Dunia Bawah Laut Hawaii untuk Berburu Alien, Kok Bisa?
Ahli berharap ada informasi baru tentang bagaimana antariksa mengubah bakteri usus, sehingga nantinya hal ini dapat digunakan untuk perawatan masa depan bagi para astronot dan manusia di Bumi.
"Jika kita memahami, 'oh, intervensi ini dapat membantu melindungi mikrobioma dan membantu melindungi sistem kekebalan dan metabolisme'. Ini adalah informasi penting yang sangat berguna, tidak hanya bagi astronot yang menjalankan tugas di antariksa, tapi kita semua," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.