Sebuah buku harian Bapak dari tahun 1985 memperlihatkan bagaimana Surat An Nuur ayat 41 menginspirasinya untuk mempelajari aerodinamika burung dan capung.
Bapak mengukur panjang sayap, lebar badan, sudut antara ekor dan sayap, dari binatang yang ditangkapnya.
Pendidikan terakhir Bapak adalah STM Bangunan dan dia melakukan penelitian ini sendiri berbekal buku-buku di perpustakaan.
Dia juga seorang teknisi piano, bukan seorang ilmuwan yang mengejar publikasi penelitian. Kalau bukan karena kepatuhannya dalam melaksanakan perintah Allah yang tertera pada surat An Nuur, Bapak mungkin tidak akan repot-repot melakukan ini semua.
Bapak (Susdiarto) mencatat pengamatannya dalam buku harian (jurnal) seperti para naturalis Eropa di abad 19.
Ketika saya dan saudara-saudara kandung saya memasuki dunia perkuliahan, rumah kami mulai dipenuhi dengan diskusi dan perdebatan dengan Bapak.
Mungkin sedari kecil kami sudah melihat kebiasaan Bapak membaca buku dan mengkomunikasikan pendapatnya di rumah.
Sepertinya ini secara tidak langsung menginspirasi kami untuk tidak segan-segan berpendapat tentang segala hal termasuk soal ilmu alam dan sosial. Walaupun kami terdengar “ribut” saat berdebat, kami tetap saling menyayangi sebagai keluarga dan saling menghargai pendapat masing-masing.
Bacaan buku kami pun mulai merambah luas namun Bapak tidak pernah membatasinya. Sembari terus mengingatkan kami untuk terus sholat dan membaca Al Qur’an, Bapak membiarkan kami menjelajah semesta pengetahuan.
Saya ingat ketika pulang sekolah saya berbicara pada Bapak bahwa keanekaragaman mahluk hidup disebabkan oleh proses evolusi yang berlangsung jutaan hidup lamanya bukan karena intelligent design Sang Pencipta.
Baca juga: Al Quran Muat Tantangan Tuhan yang Belum Terwujud, Kolonisasi Semesta
Apakah Bapak marah?
Tidak. Dia hanya berkata, “Salah besar, Kon,”dengan aksen Tegalnya, lalu dia melanjutkan perdebatan untuk mematahkan pernyataan saya.
Jika Bapak berpikiran tertutup, mungkin dia sudah memarahi saya habis-habisan karena menyinggung kepercayaannya. Dia juga mungkin sudah membakar atau membuang semua buku-buku kami. Namun semua itu tidak dia lakukan.
Ketika dia melihat buku The Origin of Species di lemari buku, dia pun hanya mengambilnya dan berkata dengan canda, “Bukunya Dyna nih,…. si Darwin slompret,” Setelah itu dia kembalikan lagi ke lemari.
Dalam perjalanan pemikiran saya, kesombongan masa muda pernah menggoda saya untuk berhenti di ateisme.
Meskipun saya tetap melakukan sholat dan ibadah lainnya, pandangan saya terhadap dunia sangatlah materialistik.