Akan tetapi, itu sudah masa lalu. Munsa tak lagi berburu duyung sejak berjanji dengan pemerintah beberapa tahun lalu. "Sudah janji pemerintah, untuk apa melanggar hukum? Kalau orang kami ini pegang janji," katanya.
Kini, dia hanya mencari ikan di lautan. Profesi lamanya itu dilanjutkan oleh kedua putranya.
Di musim selatan seperti yang akan segera tiba ini, Johar dan kakaknya bisa menangkap lebih dari sepuluh ekor duyung dalam sebulan.
Dagingnya memang hanya Rp 40.000 sekilo; tetapi bila digabungkan dengan penjualan air mata dan taring, nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Pembelinya pun datang dari berbagai penjuru. Bahkan, ada yang khusus datang dari China dan Singapura untuk membeli daging duyung.
“Enggak perlu (kita) jajakan (duyung). Kalau habis nangkap, orang itu datang sendiri. Di mana-mana tahu. Orang-orang datang sampai berebut-rebut,” kata Johar.
Iwan dari Badan Pengawas Desa Air Glubi pun mengakui bahwa walaupun duyung dilindungi oleh pemerintah, mayoritas penduduk Desa Air Glubi dan sekitarnya masih mengonsumsi duyung.
Terutama ketika mendekati bulan puasa, banyak orang yang membeli daging duyung dan dikumpulkan untuk lebaran.
“Saya sendiri pun makan,” katanya.
Mencari solusinya
Bagi Johar dan kakaknya, duyung adalah penghasilan utama mereka sehingga larangan pemerintah pun tidak ada artinya. “Bagi abang, selagi di laut tidak ada yang dilarang,” kata Johar.
Mereka pun tidak bisa mengerti kelangkaan duyung yang menurut International Union for Conservation of Nature berstatus rentan punah, karena tinggal di jalur migrasi mamalia laut tersebut.
Satu-satunya cara agar mereka mau berhenti menangkap duyung adalah memberi mereka pekerjaan lain yang bisa memenuhi kebutuhan hidup.
“Kalau memang ada program, harus juga disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan ada jaminannya. Istilahnya ada kompensasi atau insentif, jadi mereka tidak lagi ambil (duyung) dengan sengaja,” ujar Iwan.
Baca juga : Bagaimana Cara Terbaik Menyelamatkan Duyung yang Terdampar?
Iwan pun mengusulkan untuk menjadikan keahlian Munsa dan keluarganya sebagai aset wisata. “Turis sering minta lihat duyung. (Mereka) bisa bayar Pak Munsa untuk tangkap. Setelah divideo, nanti bisa dilepas lagi,” katanya.