Berharga dan Sakral
Sejarah cermin di Yunani juga pernah dicatat oleh seorang filsuf Romawi bernama Seneca atau juga dikenal sebagai Seneca the Younger sekitar tahun 4 SM.
Seneca menyebut bahwa cermin di Yunani menggambarkan kehidupan seseorang kala itu. Alasannya adalah cermin dianggap sebagai salah satu benda paling berharga.
"Untuk satu cermin perak atau emas yang dipahat dengan permata, wanita mampu membelanjakan jumlah yang sama dengan mahar yang pernah ditawarkan kepada putri-putri leluhur yang miskin," catat Seneca.
Pada masa Yunani ini pula, bentuk cermin mulai mengalami perkembangan. Cermin tak selalu hanya bulat tapi mulai punya pegangan atau penutup agar mudah dibawa.
Ini juga menandai cermin pada kotak bedak pertama di dunia.
Di Jepang, cermin pada masa kuno juga dikaitkan dengan Amaterasu, Dewi Matahari sekaligus leluhur kekaisaran Jepang. Dalam mitologi, Amaterasu meminta cucunya turun dari surga untuk memerintah Jepang dan memberinya cermin suci.
Cermin suci ini digunakan untuk mengakses matahari suci.
Pada abad pertengahan, cermin dianggap sebagai benda sakral di Jepang. Cermin hanya digunakan dalam ritual dan pertunjukkan kekaisaran yang bertujuan untuk menangkal roh jahat.
Saking berharga dan sakralnya cermin, benda ini ditempatkan di kuil Shinto sebagai sarana "bicara" pada Dewa.
Baca juga: Ingin Lebih Langsing? Makanlah di Depan Cermin
Cermin Kaca
Cermin kaca baru mulai dibuat pada abad ke-3. Salah satu alasannya cermin kaca membutuhkan waktu lama untuk muncul adalah cara pembuatannya yang sulit dan mahal.
Selain itu, fakta bahwa pasir yang digunakan untuk membuat kaca mengandung terlalu banyak kotoran juga jadi alasan. Ditambah lagi, guncangan yang disebabkan oleh panasnya penambahan logam cair sebagai lapisan belakang hampir selalu memecagkan kaca.
Hingga akhirnya, pada masa Renaissance, orang-orang Florence membuat lapisan belakang dengan timah bersuhu rendah.
Inilah yang menandai debut cermin modern.