KOMPAS.com - Bagi pecinta lukisan aliran post impresionisme, lukisan minyak berjudul The Starry Night yang dibuat tahun 1889 mungkin bukan hal asing.
Lukisan berlatar biru yang menggambarkan keindahan pemandangan desa dari balik jendela Saint-Rémy-de-Provence, Perancis itu merupakan hasil karya pelukis asal Belanda, Vincent Willem van Gogh.
Selain The Starry Night, lukisan karya Van Gogh lainnya mencapai ribuan. Tepatnya lebih dari 2.100 lukisan, di mana 860-nya merupakan lukisan minyak.
Semuanya dibuat pria kelahiran 30 Maret 1853 itu saat berusia 27 tahun. Ia membuat ribuan lukisan itu dalam waktu 10 tahun, tepat satu dekade sebelum aksi bunuh dirinya.
Baca juga : Autis, Bipolar, dan Skizofrenia Ternyata Punya Kemiripan Gen
Berbagai macam karya kaya emosi dan warna, berhasil membuat decak kagum seniman lain dan penggemarnya. Mulai dari lukisan lanskap pemandangan, wajah orang lain, wajah dirinya sendiri, bunga, hingga hamparan sawah.
Dua tahun sebelum menembakkan senapan ke dada pada 27 Juli 1890, Van Gogh makin produktif berkarya. Ternyata, ini adalah saat krisis Van Gogh berjuang melawan penyakit mentalnya.
Selagi melukis, mood Van Gogh dapat berubah drastis. Ia menjadi merasa depresi, cemas, dan kesepian.
Gejolak psikoemosional ini diketahui dari surat-surat yang dikirimkan Van Gogh untuk adiknya, Theo.
"Saya sangat marah pada diri saya sendiri karena saya tidak dapat melakukan apa yang harus saya lakukan. Saya merasa ada seseorang tergeletak di dasar sumur yang dalam dan gelap dengan tangan dan kakinya terikat, benar-benar tak berdaya," bunyi salah satu surat Van Gogh yang menggambarkan ia sedang mengalami serangan depresi, dilansir Brain Pickings.
Selagi Van Gogh merasa sedang sangat putus asa, ia memiliki optimisme yang bisa membangkitkannya lagi untuk melukis seperti tertera dalam surat berikut.
"Ini adalah ambisi saya, yang dibangun lebih sedikit kemarahan daripada cinta, berlandaskan ketenangan daripada gairah. Memang benar bahwa saya sering berada dalam kesengsaraan terbesar, tetapi masih ada di dalam diri saya keharmonisan dan musik yang tenang dan murni. Di gubuk yang paling miskin, di sudut paling kotor, saya melihat gambar-gambar," tulisnya.
"Dan dengan kekuatan yang tak tertahankan, pikiran saya tertarik pada hal-hal ini. Percayalah, saya kadang tertawa terbahak-bahak karena orang mengira saya gila dan tidak jelas. Saya bukan siapa-siapa, selain teman alam, teman belajar, teman bekerja, dan terutama teman orang," sambungnya.
Di tengah kesedihannya, ia adalah pejuang yang tidak goyah melawan demi membuat karya.
Namun, Van Gogh pada akhirnya melihat perjuangan psikologisnya bukan untuk disangkal. Perjuangannya adalah pemicu lahirnya maha karyanya. Bagian penting dari pengalamannya yang jujur dan merupakan kunci penting dalam segala hal.
Gejala penyakit mental dari tanda-tanda yang diungkap Van Gogh lewat suratnya sama seperti gejala dalam catatan medis pertama gangguan bipolar yang dibuat psikiater asal Perancis, Jean-Pierre Falret tahun 1851.