Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/01/2018, 21:50 WIB
Gloria Setyvani Putri,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Seseorang yang memiliki perubahan suasana hati dengan sangat ekstrem berupa mania (kebahagiaan) dan depresi (kesedihan) yang berlebihan tanpa pola dan waktu yang pasti sering disebut memiliki gangguan bipolar.

Peneliti pun belum mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab gangguan bipolar, meski faktor lingkungan dan genetik dianggap terlibat.

Namun, sebuah temuan baru berhasil mengungkap dua pola gejala yang bisa digunakan untuk memprediksi perkembangan gangguan bipolar pada kaum muda.

Diterbitkan di Harvard Review of Psychiatry, tim peneliti berharap temuannya dapat memberi peringatan dini terhadap kondisi kesehatan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem dan sangat sulit untuk didiagnosis.

Baca juga : Waspadai Gangguan Bipolar

Untuk mengetahui tentang gejala prodmoral atau gejala yang muncul sebelum gangguan bipolar muncul, tim peneliti Internasional melihat 39 penelitian sebelumnya tentang gejala prodromal dan faktor risiko untuk gangguan bipolar. Mereka memilah temuan untuk melihat pola yang terjadi.

"Ada bukti bahwa berbagai gejala psikopatologis, perubahan perilaku, dan paparan memiliki asosiasi yang signifikan secara statistik dengan diagnosis gangguan bipolar di masa datang," tulis Gianni Faedda, psikiater asal New York, bersama timnya dalam penelitian seperti dikutip dari Science Alert, Senin (15/1/2018).

"Beberapa faktor ini mengantisipasi serangan sindrom gangguan bipolar sampai bertahun-tahun," sambungnya.

Pola gejala pertama yang ditemukan oleh para peneliti adalah homotipik, yaitu gejala yang mirip dengan gangguan bipolar itu sendiri. Gejala-gejala ini meliputi perubahan mood, periode rangsangan, dan depresi berat seperti gangguan bipolar namun masih tidak seekstrem gangguan bipolar.

Tim peneliti menggambarkan kondisi tersebut sebagai sensitivitas rendah, di mana kebanyakan orang muda dengan gejala ini tidak langsung menjadi bipolar. Namun, gejala ini juga memiliki spesifitas sedang sampai tinggi, yang berarti gejala ini muncul pada banyak orang yang didiagnosis bipolar.

Pola gejala kedua disebut heterotipik. Pola gejala ini berbeda dengan gangguan bipolar. Di sini, daftarnya termasuk kecemasan, gangguan perhatian, dan kelainan perilaku seperti attention deficit hyperactivity.

Sensitivitas dan spesifisitas tergolong rendah pada pola ini, sehingga relatif sedikit orang muda yang mengalami gejala ini kemudian menjadi bipolar dan sebaliknya.

Dalam semua penelitian yang ditinjau kembali, mereka mencatat bahwa sebelum didiagnosis mengalami gangguan bipolar, pasien telah mengalami gejala seperti disebutkan di atas.

Baca juga : Pemeran Princess Leia Hapus Stigma Gangguan Bipolar

Analisis tersebut juga menghasilkan beberapa faktor risiko gangguan bipolar yang telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya, seperti cidera kepala, paparan obat-obatan terlarang, pelecehan fisik atau seksual, stres, dan dilahirkan prematur.

Ketika seseorang diketahui memiliki risiko gangguan bipolar, tim peneliti berkata bahwa hal itu belum cukup bagi dokter untuk bisa menghentikan perkembangannya.

Namun, hal tersebut dapat digunakan untuk mengelola kondisi pasien sejak awal atau menemukan cara untuk menghindari terjadinya gangguan bipolar.

Baik gangguan bipolar I di mana terjadi banyak perubahan suasana hati yang menyenangkan dan gangguan bipolar II yang tidak dapat langsung terlihat tapi harus dianalisis terlebih dahulu, keduanya memengaruhi sekitar 3 dari 100 orang dewasa dan biasanya dimulai pada usia 15 sampai 19 tahun.

Oleh sebab itu, penelitian ini akan membantu untuk mengetahui bagaimana gangguan bipolar dapat berkembang dan siapa saja yang berisiko untuk mengalaminya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com