Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2018, 10:46 WIB
Gloria Setyvani Putri,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Nama gangguan bipolar baru dipakai sekitar 1980-an. Tahun-tahun sebelumnya, para psikiater menggunakan istilah manic depression, yakni seseorang bisa mengalami siklus kegembiraan manik dan siklus depresi.

Perjuangan Van Gogh

Van Gogh meninggal dua hari setelah ia menembakkan senapan ke dadanya, tanggal 29 Juli 1890 di usia 37 tahun.

Kematiannya murni sebagai bunuh diri. Banyak hipotesis bersaing yang mengemukakan kondisi medis yang mungkin dideritanya. Hal ini termasuk epilepsi, gangguan bipolar, sunstroke, porfiria akut intermiten, keracunan timbal, dan penyakit Ménière.

Banyak orang beranggapan, Van Gogh layak diacungi jempol karena ia terus berkreativitas di tengah melawan gangguan bipolarnya.

Perjuangannya inilah yang membuat Dr. Pichet Udomratn, anggota Asian Network of Bipolar Disorder (ANBD), bersama dengan International Bipolar Foundation (IBPF), dan International Society for Bipolar Disorder (ISBD) mengusulkan menjadikan hari lahir Van Gogh sebagai hari bipolar sedunia.

Lewat peringatan ini, mereka berharap kepedulian publik terhadap penyandang gangguan bipolar bisa meningkat.

Baca juga : Temuan Baru Ungkap Tanda-tanda Awal dari Ganguan Bipolar

Kehidupan Van Gogh

Van Gogh lahir dalam keluarga kelas menengah atas. Ia tumbuh menjadi bocah serius, tenang, dan bijaksana. Ia juga suka menggambar, diajari ibunya. Namun, kepribadian Van Gogh mulai berubah saat ibunya memindahkannya ke sekolah asrama di London sekitar 1860-an.

Dia merasa ditinggalkan keluarga. Van Gogh kecil menjadi depresi, merasa kesepian, dan kerap sakit-sakitan. Setelah pindah kembali ke rumah orang tuanya pada Maret 1869, Van Gogh menulis bahwa masa kecilnya begitu keras dan dingin.

Minat menggambar Van Gogh sudah muncul sejak kecil. Minat ini tumbuh kembali pada 1881 saat ia suka memperhatikan lingkungannya dan mengabadikannya dalam coretan gambar indah. Lukisan bergaya post impresionis-nya terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Selagi terus mengembangkan melukis, Van Gogh sebenarnya sering mengalami halusinasi dan delusi. Meski sadar kestabilan mentalnya mengkhawatirkan, Van Gogh lebih memilih mengabaikan kesehatan.

Pola makan dan minumnya terganggu. Tak hanya itu, Van Gogh pun pernah memotong sebagian telinga kirinya ketika sedang marah dengan sahabatnya, Gauguin.

Sejak saat itu, ia masuk ke rumah sakit psikiatri yang ada di Saint-Rémy, Perancis, dan pernah dirawat oleh dokter homoeopati bernama Paul Gachet di Auvers-sur-Oise dekat Paris. Depresinya terus berlanjut, hingga Van Gogh memilih untuk bunuh diri.

Setelah peristiwa bunuh diri, namanya justru melambung. Ia dikenal sebagai seniman yang menggabungkan kegilaan dan kreativitas. Pejuang bipolar yang terus melawan penyakit mentalnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com