MAKASSAR, KOMPAS.com - Di Kota Makassar, terdapat sebuah kawasan yang mencontohkan interaksi yang berjalan baik antar para penghuninya. Pasalnya, di kawasan ini bermukim pasien kusta dan warga yang tidak terkena kusta.
Namanya Kampung Jongaya di Kelurahan Balang Baru, Kecamatan Tamalate. Untuk memasuki kompleks ini, gapura bercat merah akan menyambut para pengunjung. Jalanan berpaving memisahkan rumah-rumah petak yang berdiri di kanan kirinya.
Menurut penuturan ketua RW setempat, Muh. Sakir. Dg Tala, dulunya kawasan ini merupakan tanah yang dihibahkan para Raja Bone dan Gowa. Keturunan bangsawan kala itu memikirkan nasib para penderita kusta yang tidak memiliki tempat tinggal untuk bernaung. Umumnya, para pasien kusta dikucilkan dari keluarganya karena dianggap menderita penyakit kutukan.
Baca juga : Perjuangan Dokter Tangani Kusta, Lewati Pematang hingga Ditolak Pasien
“Tempat ini sudah ada sekitar 90 tahunan lebih. Awalnya untuk menampung penderita kusta yang diasingkan,” ujarnya pada Minggu (18/3/2018).
Hal ini pun dibenarkan penggiat Perhimpunan Mandiri Kusta yang juga menghuni rumah di Kampung Jongaya, Al Qadri. Al Qadri berkata bahwa wilayah ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Mulanya menjadi bagian milik rumah sakit yang melayani kusta.
Di kampung ini, kata Sakir, terdapat sekitar 800 kepala keluarga yang yang terbagi dalam 9 RT. Kebanyakan dari mereka memang para pengidap kusta ataupun mantan penderita kusta yang datang dari berbagai wilayah di Sulawesi Selatan, tetapi ada juga warga yang tidak terkena kusta bertempat tinggal di sini.
Kompas.com pun mengamati interaksi yang berlangsung di sana. Warga saling sapa dan tidak ragu untuk berinteraksi jarak dekat satu sama lain. Mereka pun umumnya mengenal nama satu sama lain.
Baca juga : Kisah Ernawati Menaklukkan Kusta yang Menggerogoti Tubuhnya
Balai warga yang terbuat dari bambu dan papan kayu juga disinggahi para ibu-ibu yang asyik mengobrol dan anak-anak kecil ramai berkerumun untuk bermain.
“Di sini sudah tidak ada diskriminasi. Apalagi penghuni di sini umumnya ada keluarga yang punya kusta,” ujar Sakir.
Sakir sendiri mendiami kampung ini sejak kecil, saat ini usianya 52 tahun. Sang ayah yang asal Sinjai terpaksa pindah ke Kampung Jongaya lantaran mendapatkan diskriminasi akibat kusta yang diderita. Pertemuan dengan sang ibu yang juga pasien kusta juga berlangsung di Kampung Jongaya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.