Bahkan pertanyaan tersebut baru-baru ini terlontar dari rekan sejawatnya, Neil deGrasse Tyson pada sebuah wawancara yang ditayangkan di National Geographic Channel.
Hawking menjawab bahwa itu bergantung pada teori "no-boundary proposal" yang ia ciptakan bersama koleganya, James Hartle.
"Peristiwa sebelum Big Bang tidak didefiniskan secara pasti, karena tidak mungkin seseorang mengukur apa yang terjadi," kata Hawking dikutip dari Live Science, Jumat (02/03/2018).
Tentang Tuhan
Berangkat dari teorinya tentang penciptaan alam semesta, Hawking punya pemikiran sendiri tentang Tuhan.
"Saat orang bertanya apakah Tuhan menciptakan alam semesta, saya mengatakan bahwa pertanyaan itu tak masuk akal. Waktu tak eksis sebelum Big Bang, jadi tak ada waktu bagi Tuhan untuk menciptakan semesta," katanya.
Hawking memang selama ini dikenal sebagai ateis. Hal inilah yang mendasarinya menuliskan pendapatnya tentang Tuhan dan alam semesta pada bukunya yang berjudul The Grand Design pada 2010.
"Tidak perlu meminta Tuhan bertindak dan mengatur alam semesta," tulisnya.
Baca juga: 11 Kutipan Stephen Hawking soal Lubang Hitam, Semesta, dan Kematian
Hidup dan Mati
Seperti yang kita tahu, Hawking menderita ALS sejak usianya 21 tahun. Saat itu, bahkan, ia didiagnosis hanya bisa bertahan selama dua tahun saja.
Penyakitnya ini membuatnya punya beberapa pemikiran tentang hidup dan mati. Salah satu yang terkenal adalah hasil wawancara New York Times pada 2004.
"Harapan saya berkurang menjadi nol saat saya berusia 21. Semua sejak saat itu menjadi bonus," katanya.
Selain itu, dalam wawancaranya dengan The Guardian pada 2011, Hawking juga menjelaskan bahwa ia tidak takut mati.
"Saya telah hidup dengan prospek kematian dini selama 49 tahun terakhir, saya tidak takut mati, tapi saya tidak terburu-buru untuk mati, saya memiliki banyak hal yang ingin dilakukan lebih dulu," ujarnya.
Akses Gratis Tesis
Pada Oktober 2017 lalu, tesis doktoral milik Hawking bisa diakses secara online. Penelitian berjudul "Properties of Expanding Universes" ini dapat diakses dan diunduh secara gratis oleh siapa saja melalui perpustakaan digital milik Universitas Cambridge.
Hal ini menyusul pendapat Hawking bahwa setiap orang di belahan bumi mana pun akan mendapatkan akses tanpa batas untuk memahami penelitiannya secara komprehensif.
"Dengan membuat tesis bisa diakses secara terbuka, saya berharap bisa menginspirasi semua orang di dunia untuk melihat ke arah bintang-bintang (atas) bukan menunduk ke kaki mereka (bawah) agar memiliki rasa penasaran tentang semesta dan mencoba memahami tentang kosmos," ujar Hawking.
Baca juga: Ungkapan Duka Tokoh Dunia Mengantar Kepergian Stephen Hawking
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.