Perbandingan berikut bisa memberikan gambaran yang jelas: kita kehilangan lebih dari 100.000 orangutan dalam 16 tahun terakhir dan barangkali menyelamatkan 1.000 orangutan melalui upaya penyelamatan, translokasi, dan rehabilitasi dalam periode yang sama.
Jika kita benar-benar ingin menghentikan kepunahan, kita harus melindungi hutan sekaligus menghentikan perburuan di dalamnya.
Karena sebagian besar orangutan hidup di luar area yang dilindungi, kita perlu melibatkan masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang mengelola habitat orangutan.
Ada banyak kemungkinan dalam hal ini. Misalnya, sebuah perkebunan kelapa sawit kini melindungi 150 orangutan dalam wilayah konsesinya. Ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak mesti terkait dengan kerusakan total habitat primata.
Dalam skala lebih besar, negara bagian Malaysia Sabah dan Provinsi Kalimantan Tengah bermaksud mensertifikasi seluruh produksi kelapa sawit mereka sebagai produksi berkelanjutan pada tahun 2025, yang meliputi kebijakan tanpa pembantaian orangutan sama sekali.
Pada saat yang sama kedua negara itu sedang mengembangkan rencana aksi jangka panjang baru bagi konservasi orangutan.
Kami mendesak pemerintah Indonesia dan Malaysia agar menerapkan strategi-strategi tegas untuk menghentikan pembantaian orangutan.
Sebab jika kita tidak belajar dari kegagalan masa lalu, stadion itu akhirnya akan kosong. Untuk selama-lamanya.
*Doctoral Researcher, Sustainability and Complexity in Ape Habitat, German Centre for Integrative Biodiversity Research
**Adjunct professor, Australian National University
***Professor of Primate Biology, Liverpool John Moores University
Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation.