Walther juga mencatat bahwa pasiennya memiliki empat siklus sama yang terus diulang.
Siklus itu diawali dengan Sarah mendengar suara ilahi, merasa sangat religius, terikat pada kelompok agama, dan kemudian minat tersebut hilang selama beberapa tahun sampai siklus yang sama muncul lagi.
Gejala yang tiba-tiba muncul kemudian hilang lalu muncul lagi, disebut Walther itu karena tumor yang dimiliki Sarah merupakan tipe yang pertumbuhannya sangat lambat dan otak bisa beradaptasi dengan tekanan tumor semacam itu dari waktu ke waktu. Ini merupakan jenis tumor jinak.
"Sebab itu kami berpikir bahwa sangat mungkin tumor tersebut telah menghalangi jaringan di otak secara berkala selama beberapa minggu atau dalam hitungan bulan, yaitu saat pasien mengalami gejala ini," kata Walther.
Walther melanjutkan, pemindaian otak yang kedua menunjukkan tumornya stabil. Namun karena lokasinya yang rawan, Walther menyebut tak ada operasi atau radiasi yang bisa dilakukan.
Baca juga : Dalam Kasus Perselingkuhan, Kenapa Wanita yang Sering Disalahkan?
Kesimpulan mengejutkan Walther yang ditulis dalam jurnal Frontiers of Psychiatry, Selasa (14/11/2017) menjelaskan bahwa tumor Sarah menempati area penting untuk mendengar suara, sementara jaringan pada otak yang mengalami kerusakan meningkatkan perasaan transendensi atau perilaku aneh di luar tingkat normal. Dalam kasus ini mengalami halusinasi suara.
Minat dalam religiusitas berperan dalam kasus Saras. "Itu karena tumor di otak Sarah juga memengaruhi area otak lain yang berkaitan dengan kekuatan spiritualitas yang diminatinya," katanya.
Saat bagian otak yang disebut thalamus terganggu maka Sarah akan mendengar suara-suara.
"Obat bisa mengurangi halusinansi, tapi saat hal itu terjadi gejala yang sama akan kembali," katanya.
Mengapa beberapa orang menganggap suara batin seolah nyata?
Seorang ilmuwan saraf, Kristiina Kompus dari Universitas Borgen di Norwegia mencoba menjawab pertanyaan itu.
Ia menerangkan halusinasi pendengaran muncul karena ada peran dari jalur otak yang terlibat antara suara nyata dan imajiner.
"Jadi semua area otak yang terkait dengan pemrosesan ucapan dan pendengaran terlibat dalam pengalaman halusinasi pendengaran," ujar Kompus.
Ia menjelaskan, informasi sensorik yang kita lihat dan dengar pertama kali akan masuk ke thalamus. Thalamus berperan dalam memproses apa yang didengar manusia sebelum dikirim ke area otak lain untuk ditafsirkan.
Saat ada informasi yang terlalu berisik, otak harus bergantung pada persepsi atau dugaan yang harus dilakukan selanjutnya.
"Jika thalamus tidak berfungsi sebagaimana mestinya, entah karena gangguan atau seperti yang terjadi pada pengidap skizofrenia, maka tidak mengherankan jika sisa proses pendengaran kita terpengaruh," jelas Kompus.
Kasus Sarah menyoroti bahwa informasi sensorik yang kita dapatkan dari luar hanya memainkan sebagian kecil dari apa yang akhirnya kita tafsirkan. Sebaliknya kita sering mengandalkan harapan dan prediksi.
Baca juga : Kenapa Suara Klakson dan Sirine Mungkin Buruk Untuk Jantung Anda?
Saat ini Sarah sudah belajar untuk menjalin hubungan baik dnegan tumornya. Saat suara yang didengarnya kembali, ia tahu bahwa itu adalah gangguan pada pikirannya. Kini ia dapat mencari pertolongan sebelum melakukan tindakan buruk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.