Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/02/2018, 19:35 WIB

 

KOMPAS.com - Putus cinta tak pernah diinginkan siapapun. Perasaan sedih hingga marah mungkin akan dialami orang yang mengalaminya.

Tak jarang, pasca putus cinta, orang lebih suka stalking mantan. Apalagi, di era sosial media seperti sekarang, menguntit mantan bukanlah hal yang sulit.

Hal ini pulalah yang membuat banyak orang tak bisa berhenti menguntit mantan lewat media sosial. Tapi pernahkah Anda penasaran apa alasan dibalik tak bisanya seseorang berhenti menguntit mantan lewat media sosial?

Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking pada 2015, para peneliti melihat alasan psikologis dibalik pengawasan elektronik interpersonal (istilah ilmiah untuk stalking mantan di media sosial).

Baca juga: Kenangan Pahit dengan Si Mantan Bisa Dilupakan, asal Otak Punya Ini

Dr Jese Fox dan koleganya, Dr Robert S Tokunaga mengevaluasi asosiasi antara berbagai faktor hubungan berkaitan dengan komitmen dalam sebuah hubungan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah keterikatan, modal dalam sebuah hubungan, tanggung jawab atas putus cinta, mencari alternatif hubungan lain, dan tekanan emosional setelah putus cinta.

Para peneliti ini kemudian menemukan bahwa tingkat komitmen (didasari oleh tingkat modal dalam hubungan) secara langsug terkait dengan rasa sakit karena patah hati.

Selain itu, para peneliti menemukan bahwa makin besar kesedihan pasca putus cinta, semakin seseotang menguntit mantan lewat sosial media. Hal ini terutama berlaku bagi pasangan yang diputuskan.

Untuk mendapatkan temuan tersebut, para peneliti merekrut 431 peserta dari Midwestern University, AS yang mengalami putus cinta pada tahun sebelumnya. Peserta kemudian diminta mengisi survei online untuk mengukur adanya berbagai faktor dalam hubungan yang dijalaninya.

Para peneliti berspekulasi bahwa orang yang paling mengalami trauma terhadap putus cinta adalah yang paling mungkin stalking mantan di Facebook.

"Sejak stres diketahui dapat memicu pengunaan internet yang bermasalah, psikolog mungkin ingin menilai bahwa peningkatan penggunaan internet dilakukan oleh pasien mereka yang sedang stres, seperti putus cinta," kata Dr Brenda K Wiederhold, pemimpin redaksi Interactive Media Institute, San Diego dikutip dari Medical Daily, Kamis (24/09/2015).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+