Jose Cibelli, ilmuwan dari Michigan State University menyebut bahwa mungkin suatu hari nanti kloning manusia dapat terjadi. Tapi dia juga menyebut bahwa kita akan menghadapi "dilema etika yang besar" jika melakukannya pada manusia.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Dieter Egli, peneliti dari Columbia University.
"Saya tidak berpikir itu harus dikejar," ungkapnya.
"Saya tidak bisa memikirkan manfaat besarnya," imbuhnya.
Henry Greely, profesor hukum Universitas Stanford yang mengkhususkan diri pada implikasi teknologi biomedis, mengatakan argumen terkuat yang dapat dia pikirkan dalam mengkloning manusia adalah keinginan orang tua yang berduka untuk menghasilkan duplikat genetik anak yang meninggal. Namun, dia meragukan ada alasan lain yang cukup kuat untuk melakukan hal ini.
Marcy Darnovsky, direktur eksekutif di Center for Genetics and Society, Berkeley, California juga menyebut bahwa ada dampak psikologis yang besar pada anak yang "dihasilkan" dari kloning.
"Risiko psikologis dan emosional hidup dalam bayang-bayang pendahulu genetiknya," ujar Darnovsky.
Selain itu, karena masalah keamaan, aturan federal Amerika Serikat juga tidak mengizinkan bayi manusia dikloning. Kelompok ilmiah international pun menentangnya.
Baca juga: Ternyata, Domba Dolly Tidak Mati karena Dikloning, tetapi...
"Kloning adalah pertunjukkan yang mengerikan: buang-buang nyawa, waktu, dan uang - dan penderitaan yang dihasilkan dari percobaan semacam itu tak terbayangkan," kata Kathy Guillermo, Wakil Presiden Senior di People for the Ethical Treatment of Animals (PETA).
"Karena kloning memiliki tingkat kegagalan 90 persen, kedua monyet ini mewakili kesengsaraan dan kematian dalam skala besar," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.