KOMPAS.com - Teknologi kloning, hingga saat ini masih menjadi hal yang manrik untuk dibicarakan. Setelah kloning domba Dolly pada 1996, para peneliti terus mengkloning hewan-hewan lainnya.
Sayangnya, belum pernah ada yang berhasil membuat kloning bayi dari jenis primata seperti monyet, kera, dan manusia.
Namun, para peneliti di China melaporkan pada Rabu (24/01/2018), bahwa mereka telah berhasil menciptakan dua monyet kloning. Dengan kata lain, ini pertama kalinya primata dikloning dengan teknik yang sama untuk menghasilkan domba Dolly.
"Batasan dari kloning spesies primata sekarang telah terlampaui," ungkap Mu-Ming Poo dari Chinese Academy of Sciences, Shanghai dikutip Time, Rabu (24/01/2018).
Kedua monyet hasil kloning tersebut diberi nama Zhong Zhong dan Hua Hua. Mereka dibuat dari sel janin yang tumbuh di cawan petri.
"Ini adalah primata pertama yang pernah dikloning," kata Dr Leonard Zon, direktur program sel induk di Rumah Sakit Anak Boston dikutip dari New York Times, Rabu (24/01/2018).
Hasil kloning ini merupakan kembar identik dan membawa DNA dari janin monyet yang sebenarnya menyediakan sel-sel yang digunakan. Hal ini disebutkan dalam publikasi di jurnal Cell.
Kedua monyet tersebut "lahir" di Chinese Academy of Sciences, Shanghai.
"Ini telah melalui jalan yang panjang," ungkap Shoukhrat Mitalipov, ilmuwan yang pernah berusaha membuat kloning primata namun gagal.
"Akhirnya, kita berhasil," sambung pria yang bekerja untuk Oregon Health & Science University itu.
Poo menyebut, pada prinsipnya, pencapaian ini berarti bahwa manusia dapat dikloning. Namun, pria ini menyebut bahwa dia dan timnya tak berniat melakukan hal itu.
Sebaliknya, dia menyebut tujuannya adalah menciptakan banyak monyet yang identik secara genetik untuk digunakan dalam penelitian medis. Pria China ini berpikir bahwa hewan ini akan berharga karena lebih mirip manusia dibanding hewan laboratorium lainnya seperti tikus.
Kloning Manusia
Mitalipov mencatat kegagalan ilmuwan China tersebut dalam mengkloning dari monyet dewasa. Ini membuat dia mencurigai hal yang sama juga akan terjadi saat mengkloning bayi dari sel manusia dewasa.
"Saya rasa tidak perlu ada orang yang memikirkannya," kata Mitalipov.
Jose Cibelli, ilmuwan dari Michigan State University menyebut bahwa mungkin suatu hari nanti kloning manusia dapat terjadi. Tapi dia juga menyebut bahwa kita akan menghadapi "dilema etika yang besar" jika melakukannya pada manusia.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Dieter Egli, peneliti dari Columbia University.
"Saya tidak berpikir itu harus dikejar," ungkapnya.
"Saya tidak bisa memikirkan manfaat besarnya," imbuhnya.
Henry Greely, profesor hukum Universitas Stanford yang mengkhususkan diri pada implikasi teknologi biomedis, mengatakan argumen terkuat yang dapat dia pikirkan dalam mengkloning manusia adalah keinginan orang tua yang berduka untuk menghasilkan duplikat genetik anak yang meninggal. Namun, dia meragukan ada alasan lain yang cukup kuat untuk melakukan hal ini.
Marcy Darnovsky, direktur eksekutif di Center for Genetics and Society, Berkeley, California juga menyebut bahwa ada dampak psikologis yang besar pada anak yang "dihasilkan" dari kloning.
"Risiko psikologis dan emosional hidup dalam bayang-bayang pendahulu genetiknya," ujar Darnovsky.
Selain itu, karena masalah keamaan, aturan federal Amerika Serikat juga tidak mengizinkan bayi manusia dikloning. Kelompok ilmiah international pun menentangnya.
"Kloning adalah pertunjukkan yang mengerikan: buang-buang nyawa, waktu, dan uang - dan penderitaan yang dihasilkan dari percobaan semacam itu tak terbayangkan," kata Kathy Guillermo, Wakil Presiden Senior di People for the Ethical Treatment of Animals (PETA).
"Karena kloning memiliki tingkat kegagalan 90 persen, kedua monyet ini mewakili kesengsaraan dan kematian dalam skala besar," imbuhnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/01/25/163000223/ilmuwan-china-berhasil-kloning-monyet-apakah-manusia-selanjutnya-