KOMPAS.com - Tahun baru, selain identik dengan kembang api dan berkumpul dengan orang terkasih, ada satu lagi yang tak terlewatkan. Resolusi.
Setiap orang memiliki resolusi atau rencana yang ditargetkan dan ingin dijalani sepanjang tahun.
Mulai dari menurunkan berat badan, makan lebih sehat, menabung, jalan-jalan, menikah, dan lain sebagainya.
Jika Anda adalah salah satu orang yang menulis resolusi di tahun baru ini, berarti Anda adalah salah satu orang yang mengikuti tradisi kuno yang diwariskan secara turun temurun dan kini diterapkan dengan cara yang berbeda.
Baca juga : 7 Langkah Pertahankan Resolusi Diet pada Tahun Baru
Mungkin Anda atau teman Anda yang memposting resolusi 2018 dalam media sosial tidak menyadarinya.
Tapi faktanya, orang-orang yang hidup di zaman perunggu juga mempraktikkan seni resolusi tahun baru ini. Meski dulu orang-orang kuno membuat resolusi yang bersifat eksternal, bukan internal dan untuk pribadi seperti saat ini.
Seperti dilansir dari Live Science, Minggu (31/12/2017), lebih dari 4.000 tahun lalu, masyarakat Babilonia kuno merayakan pergantian tahun pada bulan Maret, bukan Januari.
Tahun baru bagi mereka artinya saat panen musim semi tiba. Untuk merayakannya, mereka membuat festival yang disebut Akitu selama 12 hari.
Salah satu faktor penting dalam Akitu adalah mahkota raja baru atau penegasan janji kesetiaan yang ditujukan untuk raja tua yang masih duduk di takhta.
Ritual ini pun menegaskan perjanjian manusia dengan para dewa. Sejauh menyangkut Babilonia, penyembahan mereka terus dilakukan untuk menjaga dan mensyukuri yang sudah diciptakan.
Tahun Baru Romawi
Beratus tahun kemudian, masyarakat Romawi kuno memiliki tradisi yang sama untuk merayakan tahun baru yang juga jatuh pada bulan Maret.
Di masa awal Roma, penetapan hakim kota ditentukan saat tahun baru. Setiap tanggal 1 Maret, hakim lama akan menegaskan bahwa mereka telah menjalankan tugas sesuai undang-undang. Setelah itu, hakim yang baru dilantik untuk menggantikan.
Saat Roma sudah menjadi kerajaan pada 27 SM, hari pergantian tahun adalah saat bagi para pemimpin kota dan tentara untuk bersumpah kesetiaan pada Kaisar.
Pada 69 SM, setelah Kaisar Nero meninggal, perang sipil meletus. "Legiun (bala tentara terdiri atas 5.000 sampai 6.000 personel, red) menolak untuk bersumpah setia pada Kaisar selanjutnya, Servius Sulpicius Galba. Pengawal Galba di Roma segera melawan dan membunuh di Forum Romanum, sebuah alun-alun di Roma," kata Richard Alston, profesor sejarah Romawi dari Royal Holloway, University of London.
Baca juga : Tidak Kalah dari Manusia, Inilah Tradisi Pemakaman di Dunia Serangga
Alston melanjutkan, perayaan tahun baru di Roma berpindah ke 1 Januari sudah dimulai sejak 300 SM. Hal ini berkaitan dengan Roma sebagai mayarakat militer untuk melakukan pertempuran.
"Seiring berjalannya waktu, masyarakat Roma tidak lagi berperang. Peralihan perayan tahun baru dari Maret yang dipercaya berkaitan dengan Mars, dewa perang, menjadi (bulan Januari) berkaitan dengan Janus, yakni dewa rumah dan perapian nampaknya sesuai," kata Alston.
"Hari pertama tahun baru di Roma akan diisi dengan upacara publik, pengucapan sumpah, dan pengorbanan kuil. Sementara hari kedua diisi dengan kegiatan sosial, seperti memberi hadiah madu, pir, dan permen sebagai lambang tahun baru yang manis," tambah Alston.
Tradisi modern
Sebenarnya tidak ada hubungannya antara tradisi Romawi Kuno sampai resolusi tahun baru yang modern. Namun, keinginan untuk memulai kembali dan menjadi lebih baik muncul berulang kali pada peradaban barat.
Di tahun 1740, John Wesley seorang pendiri Methodism atau denominasi Kristen Protestan yang berasal dari gerakan penginjilan abad ke-18, menciptakan tipe pelayanan baru untuk gereja.
Layanan ini disebut layanan pembaharuan perjanjian atau layanan jam malam yang diadakan pada musim natal dan tahun baru sebagai alternatif untuk liburan berpesta.
Menurut United Methodist Church, hal ini sering diadakan pada malam tahun baru dengan bernyanyi, berdoa, merenungkan tahun sebelumnya, dan memperbarui perjanjian dengan Tuhan.
Kini, resolusi tahun baru telah menjadi tradisi sekuler dan kebanyakan orang membuat resolusi yang fokus pada peningkatan kualitas diri.
"Jika masa lalu adalah indikasi, banyak orang yang memiliki kesempatan baik untuk menepati janjinya di tahun 2018," kata Lee Miringoff, direktur The Marist College Institute for Public Opinion.
Baca juga : Peneliti Indonesia Buat Kartu Ucapan Tahun Baru Sekecil Virus Polio
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.