KOMPAS.com - NASA terus kembangkan penelitiannya untuk mengungkap misteri luar angkasa. Dua misi terbarunya sudah siap meluncur.
2 dari 12 program misi terbaru milik NASA, The National Aeronautics and Space Administration, sudah disetujui oleh New Frontiers, program yang mendukung misi sains planet tingkat menengah.
Kedua misi tersebut adalah peluncuran robot yang mirip Quadcopter ke permukaan Titan, salah satu bulan di Saturnus. Robot ini akan mengambil sampel nukleus atau inti sel dari sebuah komet.
Misi pertama dinamai Dragonfly (capung). Misi ini akan mengirim robot quadcopter terbang ke Titan dengan perlangkapan canggih untuk mengidentifikasi molekul organik besar. Quadcopter ini nantinya dapat terbang ke beberapa lokasi sejauh ratusan mil untuk mempelajari lanskap di Titan.
Misi kedua adalah CESAR (The Comet Astrobiology Exploration SAmple Return). Misi ini akan memutari kembali komet 67P / Churyumov-Gerasimenko, yang pernah dikunjungi oleh pesawat ruang angkasa Rosetta European Space Agency dari tahun 2014 sampai 2016.
Baca Juga: Kolaborasi NASA dan AI Google Temukan Tata Surya Mini Mirip Bumi
Untuk misi Dragonfly, peneliti ingin menggali apakah Titan layak dihuni atau tidak. Titan merupakan bulan yang besar dan memiliki suhu dingin, juga memiliki atmosfer dan danau serta metana yang tebal. Ilmuwan juga percaya ada samudra yang berair bawah kerak bekunya.
"Ini adalah lingkungan yang kita tahu memiliki bahan untuk kehidupan," kata Elizabeth Turtle, seorang peneliti di Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins, dilansir dari Science Alert, Kamis (21/12/2017) .
Dengan Dragonfly, peneliti berharap bisa mengevaluasi seberapa jauh kehidupan probiotik bisa berkembang.
Sementara itu, misi Cesar akan melakukan eksplorasi lebih lama. Rencananya, misi Cesar akan kembali ke bumi pada November 2038, silahkan catat di kalender Anda.
Cesar akan mengambil sampel dari permukaan komet lalu kembali ke Bumi. Sebetulnya, misi mempelajari sampel di komet pernah dilakukan NASA pada misi Stardust. Namun, misi Cesar adalah misi pertama yang membawa sampel tersebut ke Bumi.
Baca Juga: Temuan-temuan Besar Penjelajah Saturnus yang Segera Akhiri Hidupnya
"Komet adalah salah satu objek yang paling penting secara ilmiah di tata surya, tapi juga paling sulit dipahami," kata peneliti Cornell University, Steve Squyres yang juga menjadi ketua penyelidik misi tersebut.
Para peneliti percaya bahwa komet mengirimkan air dan molekul organik ke awal pembentukan Bumi dan berpotensi berkontribusi pada asal usul kehidupan.
Sampel permukaan dari 67P / Churyumov-Gerasimenko akan mencakup molekul "volatil" berharga yang mudah berubah menjadi gas namun penting untuk memahami asal usul sejarah Bumi dan seisinya.
Pemilihan kedua konsep tersebut diumumkan dalam sebuah konferensi pers hari Rabu (20/12/2017). Perkembangan terbaru, saat ini misi sedang dalam tahap studi konsep. Para ilmuwan yang terlibat dapat mengembangkan proposal mereka lebih lanjut.
Seleksi terakhir akan dilakukan pada bulan Juli 2019 dan wahana ruang angkasa yang terpilih akan diluncurkan sekitar tahun 2025.
Masih terdapat proposal misi baru di program New Frontiers. Diantaranya, misi untuk mempelajari Saturnus, Venus, asteroid di sekitar Jupiter, atau menyelidiki bulan Saturnus lainnya seperti Enceladus.
Baca Juga:Ternyata, Komet Raksasa di Tata Surya 7 Kali Lebih Banyak dari Dugaan
Sementara itu, NASA memiliki tiga misi New Frontiers yang sudah dalam proses: New Horizons, yang terbang melewati Pluto pada tahun 2015; Juno yang mengorbit Jupiter; serta OSIRIS-REx, sebuah pesawat ruang angkasa yang menuju ke asteroid Bennu yang akan mengirim kembali sampel dari permukaan batu pada September 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.