Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ternyata Santa Klaus dan Sinterklas Berbeda, Kok Bisa?

Kompas.com - 21/12/2017, 18:24 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com - "Ho ho ho ho..." Siapa yang tak kenal tawa khas itu? Ya, itu adalah tawa khas sosok yang begitu identik dengan Natal, Santa Claus atau Sinterklas.

Menjelang perayaan Natal seperti saat ini, pria berkostum merah lengkap dengan jenggot putih panjangnya itu lebih sering muncul di tayangan televisi dan pusat perbelanjaan. Dia juga tidak lupa membawa sekarung hadiah untuk dibagi-bagikan.

Tentu saja, tujuannya untuk memeriahkan Natal yang jatuh setiap tanggal 25 Desember setiap tahunnya.

Bicara soal Natal, tahu kah Anda bahwa Sinterklas dan Santa Claus berbeda? Mungkin Anda mengira kedua sosok itu sama, hanya penyebutannya yang berbeda. Faktanya, keduanya adalah orang berbeda.

Baca juga : Sinterklas Nyata, Arkeolog Klaim Temukan Makamnya

Apa bedanya?

Rodenberg dan Wagenaar dalam Essentializing ‘Black Pete’: competing narratives surrounding the Sinterklaas tradition in the Netherlands yang dipublikasikan dalam jurnal International Journal of Heritage Studies, menyebutkan bahwa Sinterklas terilhami dari Saint Nicolas, seorang uskup asal Myra yang hidup sekitar abad ke-3 Masehi.

Nicolas yang punya sikap dermawan dan suka berbagi kepada orang-orang miskin lantas menginspirasi "lahirnya" cerita Sinterklas di Belanda.

Lantaran hal itu, Sinterklas digambarkan layaknya uskup, lengkap dengan jubah keuskupan, topi uskup yang disebut mitre, dan tongkat gembala uskup yang pada bagian atasnya  melingkar.

Masyarakat Belanda menceritakan bahwa Sinterklas berasal dari Spanyol. Dia memiliki rambut gondrong dan janggut berwarna putih. Setiap menjelang natal, Sinterklas selalu berkelana mengunjungi satu rumah ke rumah lain.

Tak ketinggalan, ke manapun ia pergi, Zwarte Piet atau Piet Hitam, selalu mengikutinya. Piet bertugas membantu Sinterklas membagikan hadiah untuk anak-anak pada 5 Desember.

Baca juga : Terbukti dari Abad ke-4, Inikah Tulang Panggul Sinterklas?

Lantas bagaimana dengan Santa Claus?

Sebenarnya, Santa Claus juga terinspirasi dari cerita sosok seorang yang dermawan dan suka berbagi.

Berbagai sumber menyebutkan, cerita soal Santa Claus yang populer di Amerika Serikat (AS) juga dipengaruhi oleh cerita serupa di Belanda. Hal itu merujuk kepada sejarah Kota New York yang dibangun dan dikuasai oleh Belanda pada Abad ke-17. Bahkan, New York saat itu dikenal dengan nama New Amsterdam.

Namun, gambaran Sinterklas di AS tak seperti di Belanda. Sebab, sosok orang dermawan tersebut digambarkan sebagai seorang kakek yang berasal dari kutub utara.

Perawakannya gemuk, berambut dan berjanggut putih, lengkap dengan mantel tebal, topi musim dingin, dan kantong hadiahnya.

Branding Santa Claus ini semakin melekat di AS berkat kampanye besar perusahaan minuman soda Coca Cola pada 1931.

Seperti dikutip dari The Huffington Post, saat itu Coca Cola mengunakan tokoh Santa dengan baju musim dingin merah-putih untuk mempromosikan produknya. Hingga kini, Santa pun tersohor dengan baju musim dingin merah-putihnya tersebut.

Kendaraan untuk bepergian pun berbeda. Bila Sinterklas menggunakan kuda putih, maka kendaraan Santa Claus adalah kereta salju yang ditarik oleh sembilan rusa kutub.

Meski begitu, Santa tetap digambarkan sebagai orang yang suka memberikan hadiah kepada anak-anak pada malam Natal yakni 24 Desember.

Baca juga : Antara Pohon Natal Asli dan Plastik, Mana yang Lebih Baik?

Sosok Sinterklas di Indonesia

Di Indonesia sendiri, penyebutan Sinterklas lebih sering dipakai dari pada Santa Claus. Selain mudah pengucapannya, nama Sinterklas juga merupakan salah satu warisan Belanda dulu.

Pada masa Hindia Belanda, orang-orang Belanda di Indonesia kerap merayakan Hari Sinterklas setiap 5 Desember.

Bahkan, Sinterklas yang datang ke Batavia disambut pejabat setempat dan lantas diarak keliling kota agar masyarakat melihatnya.

Tradisi itu bertahan sampai tahun 1957 sebelum Presiden Soekarno melarangnya akibat hubungan RI-Belanda yang memanas karena isu Irian Barat. Kebijakan tersebut lantas dikenal dengan sebutan "Sinterklas Hitam".

Adapun di Belanda, tradisi Sinterklas masih bertahan hingga saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau