KOMPAS.com — Sangat sulit memprediksikan letusan gunung api. Namun, sejumlah ilmuwan tetap berusaha menggali pola dalam random-nya letusan sehingga bisa menyusun prediksi.
Pada penelitian sebelumnya, para ilmuwan menemukan bahwa sebuah letusan gunung yang dahsyat bisa terjadi setiap 45.000-174.000 tahun sekali.
Letusan dahsyat ini adalah letusan gunung yang mampu menutupi seluruh benua dengan abu vulkanik hingga mengubah pola cuaca di seluruh dunia dalam beberapa dekade.
Baca Juga: 4 Fakta Gunung Agung yang Perlu Diketahui
Kini, penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters menunjukkan letusan besar berikutnya bisa lebih cepat dari yang kita perkirakan sebelumnya.
Namun, hitungannya bukan dalam waktu dekat, melainkan tetap ribuan tahun yang akan datang.
Profesor Jonathan Rougier dan timnya dari Universitas Bristol menggunakan basis data geologi dalam kurun waktu 100.000 tahun untuk menghasilkan perkiraan baru mengenai frekuensi letusan besar yang mungkin terjadi.
Mereka menyimpulkan bahwa letusan besar cenderung terulang pada interval antara 5.200 hingga 48.000 tahun sekali. "Tebakan terbaik" mereka terjadi setiap 17.000 tahun sekali.
Catatan tersebut menunjukkan bahwa dua letusan besar terakhir terjadi antara 20.000-30.000 tahun yang lalu.
"Kita sedikit beruntung tidak mengalami letusan besar sejak saat itu," kata Profesor Rougier dikutip dari Independent, Rabu (29/11/2017).
Dr Marc Reichow, ahli geokimia dari Universitas Leicester yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan bahwa temuan tersebut didasarkan pada analisis statistik yang baik.
"Pendekatan dan penilaiannya kuat, dan tentunya akan membantu kita memahami dan yang terpenting dapat membantu memprediksi letusan di masa depan," ucap Dr Reichow.
Profesor Rougier mengatakan bahwa kurangnya letusan besar dalam 20.000 tahun terakhir tidak berarti letusan terdekat sudah di depan mata.
Baca Juga: Siklon Tropis Berpotensi Bawa Abu Gunung Agung ke Bandara Ngurah Rai
"Alam tidak bisa diprediksi," kata Profesor Rougier.
Namun, ia menekankan bahwa tantangan ditimbulkan oleh gunung berapi yang lebih kecil seperti Gunung Agung. Hal ini menimbulkan tantangan lingkungan sekaligus berpotensi menghancurkan masyarakat dan negara.
Atas dasar itu, Rougier mengatakan bahwa ada kebutuhan untuk mengantisipasi letusan besar, terutama dengan banyak masalah mendesak lainnya yang harus ditangani dan memengaruhi generasi sekarang dan masa datang.
"Serta meningkatkan pemahaman kita tentang vulkanisme global, penelitian kami mengembangkan teknik relatif sederhana untuk menganalisis catatan geologis dan historis yang tidak lengkap dan membingungkan mengenai kejadian langka," ujarnya.
"Kami berharap pendekatan kami akan digunakan untuk menilai kembali jenis bahaya lainnya, seperti gempa bumi," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.