Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/08/2017, 17:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Dia berkata bahwa walaupun mayoritas orang merasa kekurangan waktu sehingga mengalami stres, depresi dan kurang tidur; hanya sedikit yang mau mengeluarkan uangnya untuk mendapat lebih banyak waktu.

Baca juga: Tak Perlu Memaksakan Diri Tersenyum, Senyum Tidak Jamin Kebahagiaan

Ashley Whillans, psikolog sosial dari Harvard University yang memimpin studi tersebut, menduga bahwa bahwa hal ini disebabkan oleh nilai waktu yang abstrak.

“Kita selalu berpikir kita bahwa akan punya lebih banyak waktu pada keesokan harinya. Akibatnya, kita tidak mau menukarkan uang yang konkrit dan bisa diukur untuk waktu, yang lebih tidak jelas” ujarnya kepada Washington Post 24 Juli 2017.

DeVoe pun menyetujui pendapat Whilians.

Dia mengatakan, ketika Anda membayar seseorang untuk membersihkan rumah atau memotong rumput di halaman, Anda tahu dengan pasti uang yang akan berkurang dari dompet. Namun, Anda tidak tahu seberapa besar kebahagiaan yang akan didapat dari membayar orang lain untuk melakukannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com