KOMPAS.com -- Anda mungkin akrab dengan kalimat "kebahagiaan memang tidak bisa dibeli dengan uang". Tapi, benarkah kebahagiaan tidak bisa dibeli?
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Kebahagiaan justru dapat dibeli.
Baca juga: Sains Buktikan Uang Bisa Membeli Kebahagiaan, tapi Ada Batasnya
Misalnya pada sebuah penelitian terbaru dari University of Bath, Inggris yang menemukan hubungan antara uang dan kebahagiaan.
Selain itu, penelitian lain juga menemukan bahwa kebahagiaan bisa dibeli dengan uang dengan cara membeli waktu. Apa maksudnya?
Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, orang-orang yang membeli waktu dengan membayar orang lain untuk mengerjakan tugas yang tidak disukai, menjalani hidup yang lebih bahagia.
Sebagai contoh, bila Anda tidak suka mencuci piring, membayar orang lain untuk melakukannya dan menghabiskan waktu tersebut untuk mengerjakan hal lain yang lebih disukai akan membuat Anda jadi lebih bahagia.
Tim peneliti gabungan yang berasal dari Harvard University, University of British Columbia, dan dua institusi di Netherlands ini juga menemukan bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku bagi orang-orang kaya saja.
Baca juga: Apa Itu Kebahagiaan? Ini Penjelasannya Menurut Sains
Setelah mensurvei 6.000 responden di empat negara berbeda dengan pendapatan, jam kerja, jumlah tanggungan, dan karier yang beragam; mereka mendapati bahwa pembelian yang menghemat waktu berkolerasi dengan berkurangnya stres dan perasaan yang lebih positif.
Untuk semakin memantapkan penemuan mereka, para peneliti kemudian melakukan sebuah eksperimen dengan 60 orang dewasa di Vancouver, Kanada.
Selama dua akhir minggu berturut-turut, para peneliti memberi partisipan 40 dollar Kanada atau sekitar Rp 420.000 untuk membeli barang pada satu minggu dan membeli layanan yang menghemat waktu, seperti memperkerjakan pengasuh anak atau pembersih rumah, pada minggu lainnya.
Secara umum, partisipan melaporkan efek positif yang lebih tinggi setelah membeli layanan yang menghemat waktu dibandingkan dengan membeli barang.
Sayangnya, mayoritas orang tidak mau menukarkan uangnya dengan waktu.
Pada survei terpisah dengan 98 orang dewasa di Vancouver, para peneliti menemukan bahwa hanya dua persen orang yang mau membeli lebih banyak waktu.
Lalu, dalam survei di Belanda, hanya setengah dari milyuner yang secara rutin, membayar orang lain untuk mengerjakan tugas yang tidak mereka sukai.
Penemuan ini pun membuat Sanford DeVoe, seorang dosen psikologi di University of California yang tidak terlibat dalam studi tersebut, heran.