Goldstein lalu mencoba mendatangi beberapa kebun binatang yang memiliki beberapa komodo. "Banyak yang tidak mau merespon dans terkadang secara aktif mencoba menghalangi penelitian dengan alasan yang tidak jelas," ucap Goldstein.
"Ada yang berkata bahwa studi ini telah selesai dan tidak ada informasi baru yang dapat dihasilkan," tambah Kerin Tyreell, salah satu tim Goldstein.
Untungnya, ada tiga kebun binatang di Los Angeles, Honolulu, dan Houston yang bersikap kooperatif. Mereka memperbolehkan Goldstein bersama timnya untuk menyeka mulut 10 komodo dewasa dan 6 anak komodo.
Apa yang mereka temukan? Ternyata, tidak ada yang spesial.
Semua mikroba yang mereka temukan telah lazim berada di kulit dan isi perut dari mangsa komodo. Tidak ada spesies mikroba yang membahayakan sama sekali, dan tentu saja tidak ada yang dapat menyebabkan infeksi yang cepat dan fatal.
"Level bakteria di dalam mulut lebih rendah dari pada yang bisa kamu dapatkan dari karnivora mamalia yang ada di kandang, seperti singa atau setan tasmania," kata Fry.
Dia menambahkan, komodo sebenarnya sangat bersih. Ini adalah paku baru di peti mati untuk ide yang menyatakan bahwa komodo menggunakan bakteria sebagai senjata.
Anda bisa saja berargumen bahwa komodo liar memiliki banyak bakteria mematikan. Namun, hewan yang berada di kandang tidak hidup dalam lingkungan yang steril, maupun makanan yang steril.
Jika komodo liar menggunakan bakteria sebagai senjata, komodo di kandang pasti juga memiliki cara untuk mendorong perkembangbiakan bakteria di dalam mulutnya.
"Jika mereka memfasilitasi pertumbuhan bakteria di mulut ketika hidup di alam liar, mereka seharusnya juga melakukan hal yang sama di dalam kandang. Namun, tidak, mulut mereka tidak berbeda secara dramatis dari mulut karnivora lain di dalam kandang," kata Fry.
Baca Juga: Mitos Terbesar tentang Gigitan Mematikan Komodo
Di samping buku Auffenberg, hanya ada satu lagi bukti pendukung hipotesis bahwa komodo menggunakan bakteria sebagai racun. Bukti tersebut datang dari tim di University of Texas, Arlington.
Pada tahun 2002, mereka menemukan berbagai macam bakteri di air liur 26 komodo liar dan 13 komodo kandang, termasuk 54 penyakit yang disebabkan oleh patogen. Ketika air liur komodo disuntikkan ke dalam tikus, banyak dari tikus yang mati karena darahnya dipenuhi oleh mikroba Pasteurella multocida.
Namun, Fry menganggap studi itu menggelikan. Walaupun tim dari University of Texas mempelajari komodo liar, tetapi mikroba yang ditemukan sangat mirip dengan komodo kandang yang diteliti oleh Fry.
Patogen yang peneliti Texas sebutkan merupakan bakteria normal dan Pasteurella hanya ditemukan pada dua dari 39 komodo yang diteliti. Goldstein sendiri tidak pernah melihat mikroba tersebut pada komodo kandang.
Lebih buruknya lagi, tidak ada satu pun jenis mikroba yang secara konsisten teridentifikasi di semua komodo. Bagaimana bisa para kadal itu bergantung pada strategi yang bervariasi? "Evolusi ini tidak masuk akal," kata Fry.