Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Membunuh Kerbau, Seberapa Berbahayakah Air Liur Komodo?

Kompas.com - 04/05/2017, 16:07 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com -- Pada tahun 1969, seorang ahli biologi Amerika Serikat bernama Walter Auffenberg berangkat ke Pulau Komodo, Indonesia, untuk meneliti penghuninya yang paling terkenal, Naga Komodo.

Kadal terbesar di dunia ini bisa tumbuh hingga tiga meter dan dapat menjatuhkan mangsa besar seperi rusa dan kerbau air.

Auffenberg mengamati komodo selama setahun dan menerbitkan sebuah buku tentang perilaku binatang ini pada tahun 1981.

Buku itu yang memberinya penghargaan tersebut mengabadikan sebuah mitos yang memakan waktu hampir tiga dekade untuk disangkal, dan masih lazim dipercaya hingga kini.

Auffenberg melihat bahwa ketika hewan besar seperti kerbau air digigit oleh komodo, luka tersebut segera berkembang menjadi infeksi yang fatal.

Berdasarkan pengamatan ini dan tanpa bukti yang sebenarnya, Auffenberg mengira komodo menggunakan bakteri sebagai racun. Ketika komodo menggigit mangsanya, mereka membanjiri  luka tersebut dengan mikroba dalam mulut dan melemahkan serta membunuh korbannya.

Baca Juga: Komodo, Kadal Raksasa Paling Berbahaya di Dunia

Selama tiga dekade berikutnya, penjelasan itu ditemukan dalam berbagai buku teks, dokumentasi kehidupan liar, pengumuman di kebun binatang, dan lainnya.

Siapa sangka bila hal tersebut hanya mitos belaka. "Itu hanya sebuah dongeng yang memikat dan diterima seperti injil," kata Bryan Fry dari Universitas Queensland, Australia.

Pada tahun 2009, Fry menemukan alasan sebenarnya dari gigitan komodo yang mematikan setelah meletakkan salah satu dari binatang ini di bawah alat pemindai medis.

Ternyata, komodo memiliki kelenjar racun yang sarat dengan racun penurun tekanan darah. Racun tersebut dapat menyebabkan pendarahan besar dengan mencegah pembekuan darah sehingga membuat korbannya syok.

Alih-alih menggunakan bakteri sebagai racun, komodo benar-benar menggunakan racun.

Berdasarkan analisis cermat dari tengkorak komodo, Fry berpikir bahwa komodo dapat membunuh dengan taktik mencengkram, merobek, dan meneteskan racun. Komodo menggigit dengan gigi yang bergerigi dan menarik kembali dengan otot leher yang kuat.

Hasilnya adalah luka yang menganga besar. Kemudian, racun secara cepat menurunkan tekanan darah dan membuat mangsanya syok.

Baca Juga: Gigitan Komodo Tak Lebih Kuat dari Kucing

Hal itu tidak menurunkan kemungkinan bahwa komodo juga bergantung pada mikroba dari mulutnya. Untuk mempelajari mikroba ini, Fry menghubungi Ellie Goldstein dari Sekolah Kedokteran Universitas Kalifornia, Los Angeles, seorang pakar mikroba pada gigitan hewan.

Goldstein telah menjadi konsultan untuk menangani korban gigitan yang tidak biasa, termasuk gigitan komodo. "Model bakteria sebagai racun didasarkan pada kesalahan dan studi yang tidak berlaku. Tidak ada data yang bagus dalam topik itu," ujarnya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com