Garis hidup yang tersisa dari hipotesis bakteria sebagai racun, kata Tyrrell, adalah bahwa tim itu mengidentifikasikan bakteria yang dapat tumbuh dalam budaya laboratorium. Beberapa spesies bakteria tidak dapat diidentifikasi dengan cara ini. Jadi, salah satunya mungkin berkontribusi pada gigitan komodo yang membunuh.
Fry menduga bahwa bakteria membantu membunuh sebagian besar korban komodo, tetapi bukan dengan cara yang disampaikan Auffenberg.
Saat komodo menyerang mangsa naturalnya (mamalia berukuran sedang seperti rusa dan babi), mangsanya mati dengan cepat akibat kekurangan darah. Racun memang membantu, tapi yang berperan penting adalah lukanya.
Hal ini tentu berbeda dengan kerbau air. Binatang ini diperkenalkan ke komodo oleh manusia. Mereka terlalu besar untuk dibunuh secara langsung dan selalu kabur dari serangan pertama. Di lingkungan natural mereka, kerbau air bisa menghilang ke dalam rawa yang tidak bisa diikuti komodo.
Sebagai gantinya, kerbau air mencari tempat mengungsi di lubang air yang tenang dan terkontaminasi dengan kotoran mereka sendiri.
"Itu sama saja jika Anda membuang banyak kotoran sapi di kolam saat musim panas sedang terik-teriknya, mencukur kaki dengan pisau cukur yang sangat tua, kemudian pergi dan berdiri di dalam air seharian," ujar Fry.
"Anda akan berakhir dengan infeksi yang sangat lezat!," ujarnya lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.