Temuan itu mengubah pandangan arkeolog dunia tentang Indonesia. "Dengan temuan itu para ahli mulai melihat wilayah kita sebuah potensi yang sangat besar di bidang lukisan gua," kata arkeolog Hary Truman Simanjuntak.
Baca: Gambar Cadas tertua di Sulawesi, Bineka di Dinding Gua
Shinatria mengungkapkan, penemuan liontin dari tulang hewan membuktikan bahwa "manusia yang tinggal di gua-gua di Sulawesi saat itu sudah punya daya seni tinggi."
"Temuan ini menunjukkan bahwa tradisi bersolek sebagai salah satu bentuk berkesenian telah berkembang puluhan ribu tahun," imbuh Iwan Sumantri, arkeolog Universitas Hasanuddin.
"Tradisi bersolek itu malah mungkin lebih tua dari tradisi membuat lukisan gua," lanjutnya Iwan yang bersama Shinatria juga terlibat riset.
Selain menjadi petunjuk kecerdasan seni, temuan ini juga bermanfaat untuk mengurai kisah migrasi manusia dari Asia timur melewati nusantara ke Australia.
Sulawesi diduga menjadi salah satu titik yang dilewati. "Tapi sampai sekarang, kita belum menemukan fosil manusia. Kita baru menemukan jejak peradabannya," kata Shinatria.
Dengan mengetahui tingkat kemajuan peradabannya, ilmuwan bisa memperkirakan kemampuan manusia saat itu sehingga bisa menguraikan bagaimana mereka bermigrasi.
Di sisi lain, penemuan ini menunjukkan kekayaan arkeologi kawasan karst. Kekayaan itu tak hanya tersimpan di Maros tetapi bahkan juga di karst jawa, seperti Gunung Sewu.
"Karst menyimpan sejarah peradaban kita," kata Shinatria. Itu menambah satu alasan lagi tentang mengapa karst harus dilindungi.