Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berumur 30.000 Tahun, Liontin Ini Jadi Perhiasan Tertua di Nusantara

Kompas.com - 06/04/2017, 06:30 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Manusia Indonesia sudah pandai membuat perhiasan sejak 30.000 tahun lalu alias sejak bumi masih mengalami zaman es.

Pada masanya, manusia Indonesia menyulap tulang-tulang hewan menjadi liontin, digantungkan pada leher dengan tali yang terbuat dari bahan kulit kayu.

Tim arkeolog dari Indonesia dan Australia menemukan jejak kecerdasan manusia Indonesia masa lalu itu di Leang Bulu Bettue, kawasan karst Maros, Sulawesi Selatan.

Mereka menemukan tulang jari kuskus yang sudah dilubangi serta tulang babirusa dan kuku elang yang diubah jadi perhiasan.

Baca: Terungkap, Orang Indonesia Sudah Pintar Bikin Perhiasan sejak Zaman Es

Peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional, Shinatria Adhityatama, mengungkapkan bahwa temuan tersebut punya arti penting bagi sejarah nusantara.

"Tulang hewan tersebut bisa dikatakan perhiasan tertua di nusantara," katanya ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (5/4/2017).

Penemuan itu menjadi pelengkap dari sejumlah temuan sebelumnya, menambah jelas kisah sejarah perkembangan seni di nusantara.

Seni di nusantara sendiri - walaupun bisa diperdebatkan - bisa dirunut hingga ratusan ribu tahun lalu, ketika Homo sapiens bahkan belum ada.

Tahun 2014, Josephine CA Jordens, peneliti pada Fakultas Arkeologi di Universitas Leiden, menemukan goresan berbentuk zig zag pada cangkang kerang Pseudodon vondembuschianus trinilensis dari situs Trinil.

Baca: Terkuak, Gambar Kuno Tertua di Dunia Berasal dari Tanah Jawa

Ia mengatakan, goresan zigzag dibuat secara sengaja oleh Homo erectus yang hidup di situs yang terletak di Jawa Tengah tersebut.

"Ini adalah gambar purba. Ini adalah cara untuk mengekspresikan diri. Apa tujuan dari orang yang membuatnya, kita tidak tahu," katanya kala itu.

Temuan lain yang menjadi petunjuk perkembangan seni di nusantara adalah gambar cadas di Leang Timpuseng, Maros, Sulawesi Selatan.

Gambar cadas itu berusia 40.000 tahun, dinyatakan sebagai gambar cadas tertua di dunia berdasarkan publikasi penelitian di jurnal nature pada 9 Oktober 2014.

Temuan itu mengubah pandangan arkeolog dunia tentang Indonesia. "Dengan temuan itu para ahli mulai melihat wilayah kita sebuah potensi yang sangat besar di bidang lukisan gua," kata arkeolog Hary Truman Simanjuntak.

Baca: Gambar Cadas tertua di Sulawesi, Bineka di Dinding Gua

Shinatria mengungkapkan, penemuan liontin dari tulang hewan membuktikan bahwa "manusia yang tinggal di gua-gua di Sulawesi saat itu sudah punya daya seni tinggi."

"Temuan ini menunjukkan bahwa tradisi bersolek sebagai salah satu bentuk berkesenian telah berkembang puluhan ribu tahun," imbuh Iwan Sumantri, arkeolog Universitas Hasanuddin.

"Tradisi bersolek itu malah mungkin lebih tua dari tradisi membuat lukisan gua," lanjutnya Iwan yang bersama Shinatria juga terlibat riset.

Selain menjadi petunjuk kecerdasan seni, temuan ini juga bermanfaat untuk mengurai kisah migrasi manusia dari Asia timur melewati nusantara ke Australia.

Sulawesi diduga menjadi salah satu titik yang dilewati. "Tapi sampai sekarang, kita belum menemukan fosil manusia. Kita baru menemukan jejak peradabannya," kata Shinatria.

Dengan mengetahui tingkat kemajuan peradabannya, ilmuwan bisa memperkirakan kemampuan manusia saat itu sehingga bisa menguraikan bagaimana mereka bermigrasi.

Di sisi lain, penemuan ini menunjukkan kekayaan arkeologi kawasan karst. Kekayaan itu tak hanya tersimpan di Maros tetapi bahkan juga di karst jawa, seperti Gunung Sewu.

"Karst menyimpan sejarah peradaban kita," kata Shinatria. Itu menambah satu alasan lagi tentang mengapa karst harus dilindungi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com