Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpuruk di Lereng Meratus

Kompas.com - 01/07/2011, 23:31 WIB

Naun mengisap rokok kreteknya dalam-dalam dengan mata menerawang, untuk kemudian menghembuskannya perlahan. Terlilhat santai, meski beban berat tergambar jelas di raut wajahnya yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya.

"Pemukiman kami memang jauh dari areal pertambangan batu bara. Tetapi, ladang dan kebun sering masuk dalam areal sehingga akhirnya di ambil oleh perusahaan," Naun mendesah.

Kondisi tersebut membuat pola mata pencaharian masyarakat adat Dayak Meratus berubah. Mereka terpaksa mencari dan membuka ladang di tempat lain. Hal itu berpengaruh langsung pada jarak tempuh, luasan lahan dan tingkat produktivitas.

Untuk mendapatkan lahan pertanian dan perkebunan di wilayah lain, bukanlah hal mudah. Memang, kawasan hutan di pegunungan Meratus sangat luas. Tetapi, masyarakat adat Dayak Meratus memiliki batasan-batasan wilayah pada masing-masing Balai.

Untuk melakukan penguasaan lahan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Harus melalui serangkaian prosesi adat dan permohonon ijin terhadap sub etnis Dayak Meratus lain yang menguasainya.

Pahumaan atau ladang bagi masyarakat adat Dayak Meratus adalah sumber pangan yang sangat penting. Pemilihan lokasi pahumaan dilakukan dengan memperhitungkan dan mempertimbangkan banyak hal. Termasuk izin dari Nining Batara, Tuhan Yang Maha Esa.

Penentuan wilayah pahumaan terkadang melalui proses yang lama. Sebelum ditentukan, terlebih dahulu dilakukan pertemuan di Balai Adat untuk memusyawarahkan bakal lokasi wilayah. Proses itu bisa memakan waktu berbulan-bulan sebelum dicapai kata sepakat.

Banyak hal yang harus diperhitungkan. Seperti kemiringan dan ciri-ciri tumbuhan untuk mengukur tingkat kesuburan tanah. Lokasi yang baik biasanya berada di daerah dengan ketinggian hingga 700 meter dari permukaan laut, di bawah wilayah katuan larangan dan katuan karamat. Dengan begitu, di percaya arwah para leluhur mudah untuk mengawasi dan menjaga wilayah tersebut.

Padi yang suci hasil bahuma, pantang untuk diperjual belikan. Padi hanya untuk konsumsi saja dan untuk pemenuhan kebutuhan lain dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan seperti karet, damar, madu, rotan, bambu, gaharu, berburu dan lain-lain.

Penguasaan lahan pertambangan oleh perusahaan, bukan hanya berdampak pada menyempitnya ladang dan kebun saja, tetapi juga menyebabkan berkurangnya wilayah hutan sebagai penyangga kehidupan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com