KOMPAS.com - Senyawa ganja ternyata dapat menjadi senjata untuk melawan superbug atau bakteri super yang kebal terhadap berbagai antibiotik.
Seperti melansir The Guardian, Senin (20/1/2020), baru-baru ini para ilmuwan di Kanada menemukan manfaat dari senyawa yang terdapat dalam tanaman ganja.
Senyawa tersebut diklaim mampu memusnahkan bakteri yang resisten terhadap obat.
Para ilmuwan memeriksa lima senyawa ganja yang bersifat antiobiotik dan menemukan salah satunya, yakni Cannabigerol (CBG) yang sangat ampuh dalam membunuh Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Ganja, dari Obat Anestesi sampai Simbol Budaya Hippie
Tes di laboratorium menunjukkan CBG, yang bukan psikoaktif, membunuh mikroba MRSA umum dan sel persister yang sangat resisten terhadap antibiotik.
Senyawa ini juga mampu membersihkan biofilm MRSA yang sulut berubah dan dapat terbentuk pada kulit dan implan medis.
Setelah melihat seberapa efektif zat tersebut dalam melawan bakteri, para peneliti memutuskan untuk menguji kemampuan CBG untuk mengobati infeksi pada hewan.
Dalam penelitian yang belum dipublikasikan, mereka menemukan CBG menyembuhkan tikus yang terinfeksi MRSA.
Pengobatan dengan senyawa tersebut ternyata sama efektifnya dengan vankomisin, obat yang secara umum dianggap sebagai garis pertahanan terakhir dalam melawan superbug.
Baca juga: Studi Terbaru, Bakteri Berubah Bentuk untuk Hindari Antibiotik
Saat ini, studi tersebut sedang ditinjau di jurnal ACS Infectious Diseases.
Eric Brown, seorang ahli mikrobiologi yang memimpin penelitian tersebut di McMaster University di Hamilton, Ontario mengatakan Cannabinoid adalah senyawa seperti obat yang sangat bagus.
Akan tetapi, menurut Brown, masih sangat dini untuk mempergunakan senyawa ini di klinik.
"Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengeksplorasi potensi cannabinoid sebagai antibiotik dari sudut pandang keamanan," jelas Brown.
Resistensi antiobiotik telah menjadi ancaman utama bagi kesehatan masyarakat.
Mantan kepala petugas kesehatan di Inggris, Dame Sally Davies mengatakan kehilangan efektivitas antiobiotik akan mengarah pada skenario apokaliptik.