KOMPAS.com – Antibiotik diciptakan untuk mematikan bakteri-bakteri yang bersifat resisten, yang merupakan salah satu ancaman medis terbesar di dunia.
Bakteri yang resisten terhadap antibiotic telah menyebabkan sekitar 700.000 kematian per tahun. Belum ditambah jumlah kasus infeksi termasuk pneumonia, tuberculosis, dan gonorrhoea.
Jika dunia medis tidak bisa menemukan cara untuk menghentikan bakteri-bakteri tersebut, diperkirakan pada tahun 2050, bakteri akan menyebabkan sekitar 10 juta kematian per tahun.
Mengapa bakteri bisa resisten terhadap antibiotik, padahal dunia medis telah mengembangkan antibiotik yang canggih?
Mengutip Science Alert, Kamis (3/10/2019), ini karena bakteri bisa berubah bentuk dan menghindari antibiotik. Salah satu contohnya, bakteri bisa mengeluarkan antibiotik dari dalam tubuhnya. Contoh lain, mereka juga bisa berhenti berkembangbiak dan membelah diri sehingga keberadaannya sulit dilihat pada sistem imun.
Baca juga: Anda Mencuci Baju Menggunakan Mesin? Waspadai Bakteri Ini
Cara lainnya yang baru diketahui adalah dengan berubah bentuk. Hal ini dilakukan bakteri di dalam tubuh manusia untuk dapat menghindari antibiotik.
Pada dasarnya, semua bakteri memiliki struktur tubuh dan dilindungi oleh cell wall atau dinding sel. Dinding ini ibarat jaket tebal untuk melindungi bakteri dari sekelilingnya. Dinding inilah yang membuat bentuk bakteri, juga membantu bakteri untuk berkembangbiak dan membelah diri.
Tubuh manusia tidak memiliki dinding sel seperti ini. Oleh karena itulah, mudah bagi sistem imun manusia menemukan bakteri dalam tubuh. Oleh karena itu pula diciptakan antibiotik yang langsung menyerang dinding sel bakteri, seperti penicillin. Antibiotik menyerang bakteri tanpa menyakiti tubuh kita.
Namun, bakteri kini bisa bertahan tanpa dinding sel. Jika lingkungan di sekitarnya memungkinkan bakteri untuk tidak memiliki dinding, bakteri bisa berubah menjadi “L-forms” dengan tanpa dinding sel.
Bakteri seperti ini ditemukan pada 1935 oleh Emmy Klieneberger-Nobel, yang menamai bentuk bakteri tersebut di Lister Institute tempat ia bekerja waktu itu.
Baca juga: Sindrom Nasi Goreng, Infeksi Bakteri yang Paling Sering Serang Manusia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.