KOMPAS.com - Para ilmuwan di bidang arsitektur di Amerika Serikat, belum lama ini menciptakan material bangunan dari bakteri.
Apa jadinya, jika sebuah batu bata bisa memperbaiki retakannya sendiri?
Melansir Scientific American, Kamis (16/1/2020), dengan menyuntikkan mikroorganisme hidup pada bahan bangunan, akan memberikan benda mati kekuatan baru.
Beton penyembuh diri, misalnya, menggunakan bakteri atau jamur untuk memperbaiki retakannya sendiri.
Saat ini, para peneliti telah mengembangkan zat hidup yang dapat mengubah campuran pasir lengket menjadi batu bata padat dan dapat membuat salinannya sendiri.
Baca juga: Batu Bata dari Urine Manusia: Hemat Biaya dan Ramah Lingkungan
Ke depan, zat ini dapat membuat bahan bangunan yang membutuhkan sumber daya yang relatif sedikit, sehingga alih-alih melepaskan gas rumah kaca, material ini justru dapat menyerapnya.
"Kami mengaktifkan bakteri yang kami pilih untuk membantu dalam proses pembuatan material bangunan," ujar Wil Srubar, ilmuwan material dan arsitek dari University of Colorado, Boulder.
Srubar dan timnya menggunakan sejenis Cyanobacterium dari genus Synechococcus. Didukung dengan proses fotosintetis, mikroorganisme ini menyerap sinar matahari, nutrisi dan karbon dioksida.
Selain itu, bakteri ini akan menyerap kalsium karbonat, senyawa kaku yang ditemukan dalam kerang dan semen.
Baca juga: Batu Bata Zaman Majapahit Ditemukan di Mojokerto, Apa Kaitannya dengan Situs Pataan di Lamongan?
Bakteri ini dikembangkan dalam bak berisi air laut buatan dan nutrisi lainnya, kemudian dipanaskan hingga suhu musim panas yang sangat hangat sekitar 30 derajat celcius.
Selanjutnya, cairan tersebut digabungkan dengan gelatin dan pasir, lalu dituangkan pada cetakan.
Di dalam cetakan tersebut, telah diberi campuran pendingin dan gelatin mulai terbentuk dan menciptakan perancah atau struktur penyangga yang dapat mendukung pertumbuhan bakteri.
Synechococcus menebarkan kalsium karbonat ke seluruh struktur ini, mengubah soft goo menjadi zat mineral yang lebih keras yang dapat menahan pasir di tempatnya.
"Saya pikir ide menggunakan cynobacteria adalah ide yang bagus," kata insinyur mesin, Lina Gonzales yang saat ini mengajar di University of Massachusetts Lowell.
Dia menegaskan cynobacteria menyerap karbon dioksida. Pada proses pembuatan semen tradisional biasanya melakukan hal sebaliknya, sehingga diperlukan panas yang signifikan.