Biasanya, dari pembakaran bahan bakar fosil akan membuang gas rumah kaca ke atmosfer. Diperkirakan pembuatan semen konvensional telah menyumbang sekitar tujuh persen dari emisi karbon di seluruh dunia.
Baca juga: Temuan Batu Bata Kuno Mirip Fondasi di Kediri Dipastikan Benda Purbakala
"Bahan bangunan [lebih hijau] ini sebagai cara untuk mengatasi masalah saat ini, yakni dengan banyaknya CO2 di lingkungan," jelas Gonzales.
Kendati bahan material semen yang ramah lingkungan telah mulai dikomersialkan, namun Srubar menegaskan pendekatan dari penelitian ini berbeda.
"Kami menggunakan bakteri fotosintesis dan CO2, serta sinar matahari untuk membuat bahan tersebut," jelas Srubar.
Srubar meyakini bahan bangunan yang dikembangkan bersama timnya memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Artinya, mikroorganisme di dalam bahan tersebut dapat hidup lebih lama.
Kelangsungan hidup yang lebih panjang pada material ini memungkinkan batu bata Srubar melakukan trik unik, yakni reproduksi diri sebagian.
Baca juga: Pelajaran dari Pantai, Sampah Plastik Bisa Jadi Batu Bata
Caranya, dengan memisahkan batu bata yang sudah jadi dan masukkan kembali setengahnya ke dalam cetakan tersebut dengan gelatin dan pasir segar.
Bakteri dari bagian aslinya akan tumbuh didalamnya dan mengeraskan bahan material itu untuk menghasilkan batu bata baru.
"Kami ingin menunjukkan bahwa hingga tiga generasi bahan bangunan dapat tumbuh dari satu generasi induknya," kata Srubar.
Masih menurut Srubar, secara efektif dengan mengambil satu blok induk, membaginya menajdi dua, maka akan tumbuh menjadi dua blok penuh.
"Lalu membaginya jadi dua, akan menghasilkan empat blok dan seterusnya. Secara teori, proses ini bisa berlangsung selamanya," sambung dia.
Kendati metode pembuatan ini akan lebih ramah lingkungan daripada metode pembuatan batu bata konvensional.
Namun, Srubar tidak mengusulkan, batu bata bakteri ini dapat sepenuhnya menggantikan bahan yang lebih tradisional.
Sebaliknya, penemuan ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu daerah-daerah yang memiliki sedikit akses ke sumber daya.
Misalnya instalasi militer di padang pasir maupun permukiman manusia di planet lain.
"Kami termotivasi oleh pembangunan infrastruktur di lingkungan yang benar-benar terbatas sumber daya," jelas Srubar.
Baca juga: Di Negara Maju, Gipsum Gantikan Batu Bata untuk Dinding Rumah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.