KOMPAS.com - Dalam mengatasi kebakaran yang seringkali terjadi di lahan gambut saat musim kemarau, Badan Restorasi Gambut (BRG) menganggap perlu melakukan penanganan dengan pendekatan tertentu.
Inilah beberapa pendekatan yang diharapkan BRG seperti disampaikan oleh Deputi Bidang Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan, Badan Restorasi Gambut (BRG), Dr Alue Dolohong.
Dalam pendekatan ini perlu dilakukan pengelolaan lahan gambut berbasis Kesatuan Hidrolisis Gambut (KHG).
Juga, perlu ada restorasi hidrologis gambut terdegradasi yaitu dengan cara pembasahan kembali gambut atau rewetting.
"Dalam pendekatan ini penting sekali melakukan pemulihan habitat sebagai hutan rawa gambut atau melakukan revegetasi lah gitu," kata Alue di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Pada pendekatan teknologi, menurut Alue, ada dua hal yang bisa dilakukan yaitu pengolahan lahan gambut tanpa bakar (bio decomposer) dan pengembangan energi (berbasis biomassa).
Dijelaskan Alue bahwa ada pemanfaatan energi biomassa yang dihasilkan oleh alam lahan gambut, yang seharusnya ini dilirik oleh pemerintah untuk dijadikan alternatif pemanfaatan lahan gambut tanpa merusak lahan tersebut.
"Harmonisasi dan sinkronisasi sektoral yaitu pertanian dan perkebunan berbasis drainase perlu dikaji dan ditindaklanjuti di lapangan, saat perusahaan ataupun pengolah lahan gambut memulai ekspansi terhadap lahan," ujarnya.
Hal ini, dimaksudkan agar pemanfaatan dan kandungan air dari lahan gambut tetap terjaga, sehingga lahan gambut itu sendiri tidak rusak meski diperdayagunakan oleh manusia.
"Ya kalau mau melakukan pembangunan di atas lahan gambut, misal tol. Cobalah rancang tol yang nggak merusak atau menghilangkan lahan gambut itu. Kan bisalah berpikir gimana cara terbaik untuk memanfaatkan dan melestarikan alam, meski ingin maju menyusul perkembangan masa," tutur Alue.
Selain itu, perlu adanya penegakan hukum dan perencanaan serta pengaturan tata ruang yang sesuai kodrat alam dari lahan gambut. Termasuk perlindungan gambut dan konservasi yang diperlukan.
"Terus pada perusahaan yang melakukan ekspansi lahan gambut dengan membakar, yang malah akibatnya ke masyarakat. Hukumannya jangan ringanlah, masa cuma setahun atau dua tahun penjara, terus denda paling Rp 1 miliar. Murah itu, kecil bagi mereka," imbuhnya.
Ada tiga dasar yang disampaikan oleh Alue untuk mengatasi kebakaran lahan gambut dengan pendekatan ekonomi ini.
Pertama, pendekatan ekonomi berbasis lahan (land-based), melalui paludikultur dan pertanian minim drainase.
Selanjutnya, pendekatan ekonomi berbasis air (water-based) seperti akuakultur atau silver fishery dan lainnya.