Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi 23-24 September, Begini Peran Perempuan dalam Demonstrasi

Kompas.com - 27/09/2019, 10:39 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Perjuangan mahasiswa, masyarakat sipil, dan para aktivis melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR Jakarta pada 23-24 September 2019 meninggalkan cerita menarik.

Dalam kesempatan itu, ribuan rakyat berbondong-bondong menduduki depan gedung DPR Jakarta untuk menyuarakan aspirasi dan penolakan terhadap rancangan KUHP yang dibuat DPR.

Banyak perempuan ikut terlibat dalam aksi ini. Kalau perempuan biasanya takut berada di bawah terik matahari, kemarin mereka rela melupakan skin care sejenak untuk berunjuk rasa.

Namun, apakah peran perempuan dalam demonstrasi?

Baca juga: Perempuan dalam Aksi 23-24 September, Benarkah Kultur Demonstrasi Patriarkis?

Peran perempuan dalam demonstrasi secara umum

Aktivis perempuan Luviana menyampaikan, ketika ada demonstrasi secara umum, perempuan selalu memberikan perspektif perempuan.

"Dalam orasi-orasi, perempuan selalu berbicara tentang persoalan yang tidak dibicarakan laki-laki," ungkap dia.

"Sebagai contoh dalam konteks perburuhan, pria biasanya akan ngomong 'tolak upah murah, kita perjuangkan upah layak bagi buruh'," ujar Luviana kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (25/9/2019).

Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Pontianak berunjuk rasa di DPRD Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Rabu (25/9/2019). Dalam aksi damai yang diikuti mahasiswa dari berbagai kampus se-Pontianak tersebut mereka menolak UU KPK hasil revisi, pengesahan Rancangan KUHP serta RUU Pertanahan. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/foc.ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Pontianak berunjuk rasa di DPRD Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Rabu (25/9/2019). Dalam aksi damai yang diikuti mahasiswa dari berbagai kampus se-Pontianak tersebut mereka menolak UU KPK hasil revisi, pengesahan Rancangan KUHP serta RUU Pertanahan. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/foc.

"Sementara perempuan kalau orasi selalu internalisasi dalam kehidupan sehari-hari," imbuhnya.

Luviana memberi contoh, perempuan akan menerjemahkan tolak upah murah dengan kalimat seperti 'jika upah rumah maka apa yang akan terjadi di dalam rumah tangga. Apa yang akan terjadi dengan perempuan. Apa yang akan terjadi dengan anakmu'.

Itu artinya, perempuan selalu membicarakan suatu dampak yang akan terjadi dalam kehidupan bila suatu kebijakan ditetapkan.

Selain itu, cara berpikir perempuan yang praktis secara tidak langsung membuat mereka tidak suka menggunakan jargon-jargon ketika melakukan orasi.

"Kedua, orasi perempuan benar-benar memberikan perspektif yang berbeda. Misalnya laki-laki membuat jargon anti kekerasan terhadap perempuan. Ini merupakan hal yang besar dan perempuan (menerjemahkan) dengan kalimat lebih kecil," kata Luviana.

"Misalnya, kalau kamu tidak setuju dengan stop kekerasan perempuan, bagaimana kalau itu terjadi pada ibumu. Apakah ibumu juga mengalami kekerasan yang sama darimu, dari ayahmu. Contoh-contoh ini yang terjadi (dalam orasi perempuan) secara umum," terang Luviana.

Peran perempuan dalam demonstrasi mahasiswa di depan DPR

Dalam demonstrasi yang dilakukan mahasiswi pada 23-24 September 2019 di depan gedung DPR Jakarta, Luviana melihat bahwa perempuan-perempuan yang ikut turun ke jalan dalam aksi tersebut juga memberikan narasi dari perspektif mereka.

Mahasiswa menyampaikan orasi di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Mahasiswa menyampaikan orasi di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).

Misalnya pasal-pasal tentang kriminalisasi perempuan memang dinarasikan oleh para perempuan dan mahasiswi.

"Yang saya lihat seperti mengurusi aborsi, itu narasi teksnya perempuan semua. Aborsi, pemerkosaan, tidak boleh mengajarkan soal kesehatan reproduksi anak-anak, itu tidak dipikirkan laki-laki," kata dia.

"Tapi perempuan, memiliki kajian dan melakukan orasi soal itu. Perempuan menyajikan narasi-narasi berbeda ketika berorasi," kata dia.

Baca juga: Ribuan Demonstran Turun Jalan, Kenapa Gerakan Mahasiswa Selalu Terdepan?

Luviana beranggapan, ketika berorasi perempuan dapat mengartikulasikan narasi dalam bahasa sehari-hari.

Hal-hal yang dilakukan oleh perempuan ini membuat para demonstran lain yang ikut melakukan aksi menjadi paham bahwa ada dampak dalam kehidupan sehari-hari jika suatu kebijakan diputuskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau